Senin, 16 Agustus 2010
Memahami Dapat Menguraikan Kesalahpahaman
Di antara manusia dengan manusia sering kali bisa terjadi kesalah pahaman. Yang disebut kesalahpahaman adalah pengertian yang diterima secara salah, atau di mengerti secara miring. Sebenarnya memahami dan kesalah pahaman, hanya terpaut bagai seutas benang, karena tidak memahami lalu menjadi salah paham merupakan fenomena yang umum terjadi.
Timbulnya kesalahpahaman terutama dikarenakan kita sendiri tidak jelas terhadap kenyataan dan hakekat dari manusia atau hal ihwal itu, dan mempercayai kabar angin, atau terkelabui oleh propaganda yang keliru, atau diakibatkan oleh karena berpuas diri dan konservatif, serta memutuskan dengan membuta. Kesalah pahaman bisa mengakibatkan salah memutuskan, bisa membuat orang saling memusuhi, bahkan saling melukai.
Pada masa akhir Dinasti Qing, banyak sekali masyarakat China yang salah paham terhadap kamera. Pada 1860, tentara gabungan Inggris dan Prancis menyerbu masuk ke Tian Jin, menyertai kedatangan mereka masih ada sebuah hal yang baru.
Para pendatang dari Barat mengangkat kamera, memotret segala macam hal yang mereka anggap "hal yang baru". Sedang bagi penduduk Tian Jin, benda yang bisa dengan setia mencatat segala pemandangan yang pernah kita lihat ini, memberi mereka suatu perasaan ingin tahu tetapi di samping itu juga ada semacam rasa takut.
Desas-desus bertebaran dari jalan besar hingga ke dalam kampung. Di kaca mata masyarakat, kamera menjadi "kaca penyerap sukma". Masyarakat pernah membicarakan tentang benda itu, "Benda apa yang sedang dibawa oleh orang Barat ini? Kaca pemotret siluman?"
"Bukan begitu, saya pernah mendengar kata tuan Zhang yang berada di sebelah rumah saya yang mengatakan bahwa benda itu adalah senjata pembawa maut! Dengan suara satu klik saja, sukma orang tersebut langsung hilang!"
Masih ada sebuah lelucon: Pada suatu acara pengumpulan dana yang khusus diadakan demi masyarakat miskin yang berada di Ethiopia Afrika. Dalam acara itu hadir seorang nenek tua yang menentang dengan tegas. Karena sikap nenek itu telah mempengaruhi suasana keseluruhan acara, pembawa acara lalu mempertanyakan alasan dia menentang.
Nenek itu berbicara panjang lebar dengan alasan yang seakan-akan cukup beralasan, dia berkata bahwa masyarakat Ethiopia berpura-pura miskin, mereka sedang menipu sumbangan dana kami, jika mereka sungguh-sungguh miskin, bagaimana mungkin setiap penduduk di sana bisa mengritingkan rambut mereka?
Pidatonya yang sangat menarik itu segera mengundang gelak tawa dari seluruh hadirin. Jelaslah bahwa, tanpa adanya pemahaman yang mendalam terhadap suatu masalah lalu menyatakan begitu saja pendapat kita, hal itu bukan hanya akan melukai orang lain, juga merupakan sikap yang kurang bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Kebohongan seseorang hanya melukai orang-orang yang berada di sekitarnya, sedang dengan adanya propaganda kebohongan dari pemerintah, maka yang dilukai adalah seluruh rakyat yang berada di negara itu.
"Bila masyarakat tidak pernah berpikir panjang maka itu merupakan nasib baik pemerintahnya" (Hitler).
Masyarakat yang percaya dengan kebohongan serta bertengkar dan berebut secara membabi-buta, akan menjadi boneka dari kekuasaan lalim, akan menjadi obyek permainan dan pembodohan sesuka hati dari otokrasi, dan menjadi mayat hidup yang kehilangan sukma.
Sebagai contoh: biadab brutal dan kejam adalah salah satu ciri khas yang paling menonjol dari Revolusi Kebudayaan (di China era 1950-an). Saat itu sasaran yang diganyang termasuk tuan tanah, orang kaya, sayap kanan, pengkhianat, mata-mata, spekulator, kalangan intelektual.
Jika sekarang dilihat kembali, orang-orang yang berdosa pada saat itu semuanya adalah rakyat awam yang baik, namun karena kebutuhan dari persaingan politik PKC, kebutuhan untuk mempropagandakan kebohongan, mereka dilukiskan bagai setan iblis, mereka menjadi sasaran penindasan dari orang lain, itu merupakan pemisahan antara manusia dengan manusia, mereka saling memusuhi, saling dendam satu dengan yang lain, saling mengganyang satu dengan yang lain, peristiwa pada masa itu sangat jarang terjadi dalam sejarah umat manusia.
Antara ayah dan anak saling melukai, bertengkar antara suami dan isteri, genap sepuluh tahun mereka saling menyeret dan mengritik, membongkar, menyiksa, fenomena saling membunuh terlihat dimana-mana. Asalnya adalah saudara sekandung, mengapa harus saling mencederai?
Karena mereka semuanya sudah tercuci otaknya oleh kekuasaan lalim, sudah terdoktrinasi oleh kelas untuk membedakan segalanya, musuh dalam kelas semuanya bukanlah manusia, mereka semuanya adalah sasaran otokrasi. Orang yang tidak memahami fakta kebenaran, orang yang tidak mempunyai pikiran secara mandiri, akan beginilah tercuci otaknya, saling salah paham, saling melukai dan saling membunuh.
Kalau begitu, bagaimana seharusnya kita menghindari terjadinya kesalah pahaman? Pepatah dahulu mengatakan "mendengarkan dari dua belah pihak akan menjadi jelas, mendengarkan sepihak akan tidak jelas".
Kita harus belajar berdiri di sudut pandang yang obyektif, melihat segala permasalahan dari berbagai sudut pandang dan secara menyeluruh, secara luas memahami fakta kenyataan, baru bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, untuk menghasilkan keputusan yang tepat.
Hanya mendengarkan perkataan sepihak bisa menjerumuskan kita ke dalam pikiran untuk memastikan berdasarkan pikiran subyektif kita, tidak memahami fakta kebenaran, mudah terkelabui oleh kebohongan, mendapatkan kesimpulan yang keliru, bisa salah paham dengan kebaikan, bahkan melukai orang baik.
Orang awam sering mengatakan "membaca buku bermanfaat", seorang terpelajar di zaman Dinasti Xi Han bernama Liu Xiang mengatakan, "Buku bagaikan obat, membaca buku dengan baik akan menyembuhkan kebodohan." Benar adalah demikian, hanya dengan Anda mencari fakta kebenaran, mendengarkan fakta kebenaran, Anda baru bisa memahami fakta kebenaran, semua pendapat Anda yang bersahaja dan kesalahpahaman akan terhapus setelah mengetahui jelas fakta kebenarannya.
"Pertama-tama kita harus yakin, orang yang bisa mengungkap dengan jelas fakta kebenaran adalah seorang pemberani, telah mencerminkan sebagai orang yang benar-benar tidak tertundukkan oleh kekerasan. Kedua, kita harus menghormati mereka yang telah dituduh dan difitnah tetapi masih bisa menjelaskan fakta kebenaran dengan tidak mengeluh dan mendendam, sebagai suatu sikap seorang budiman yang mulia."
Akhirnya Anda harus bisa menyayangi setiap fakta kebenaran yang dihantarkan ke Anda, karena setiap pengungkapan fakta kebenaran adalah harus dilakukan melalui usaha yang penuh susah payah.
"Fakta kebenaran adalah teman yang merupakan anugrah Tuhan kepada kita, teman telah datang di hadapan Anda, bukankah Anda harus bergembira?" Confucius
Memahami bisa menguraikan kesalahpahaman, memahami bisa mempercepat untuk menjadi mengerti. Bila bisa dimengerti oleh orang lain merupakan semacam kebahagiaan, bisa mengerti orang lain adalah semacam kemuliaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar