Kepastian pada umumnya bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Dan pastinya, bagaimanapun kita membutuhkan suatu kepastian yang wajar untuk membuat diri kita beroperasi secara wajar. Ketika Anda semisal adalah karyawan di perusahaan, maka Anda menuntut adanya kepastian bahwa Anda akan digaji atas jerih payah Anda.
Ketika Anda membeli makan di warung langganan Anda, Anda berharap adanya kepastian bahwa Anda akan mendapatkan rasa yang nikmat sebagaimana biasa.
Tapi ternyata ada banyak ketidakpastian yang memang rawan mengkhawatirkan kita.
Apakah anak-anak kita akan jadi orang baik-baik yang mampu membanggakan orang tuanya serta jadi sandaran yang baik di usia senja orangtuanya nanti? Tidak tahu, itu tidak pasti.
Apakah segala ikhtiar kita dalam bentuk membangun usaha baru akan berbuah keberhasilan di jangka waktu dekat di masa depan nanti? Tidak tahu, itu tidak pasti.
Apakah kondisi bangsa kita akan terus membaik ataukah akan ada gejolak politik dan bahkan resesi dunia yang kembali melibas rupiah di Indonesia? Tidak tahu, itu juga tidak pasti.
Ada sekian banyak ketidakpastian, yang malah bisa kita dalam bentuk kepastian tentang didapatnya kondisi ketidakpastian.
Kepastian yang didapat oleh seorang sarjana yang baru lulus adalah peluang untuk terlebih dulu menjadi pengangguran entah sampai berapa lama atau bekerja tidak dengan upah dan kondisi sebagaimana keinginan.
Kepastian yang didapat oleh seorang entrepreneur ketika memulai usahanya adalah pendapatan yang tidak tetap dan bahkan mungkin seret, yang ini bisa berlangsung hingga beberapa bulan atau tahun.
Dan tatkala kita berhasil dibuat resah atas ketidakpastian itu, maka di saat itulah laju produktivitas kita jadi terhambat. Maka penting sekali kita berkemampuan untuk menghadapi ketidakpastian ini.
Biasanya, apa yang membuat kita resah adalah apa-apa yang belum terjadi, dan apa yang belum/ tidak kita miliki. Dan secara umum, kita akan merasa khawatir manakala kita merasa akan ada keburukan, ketidakberuntungan atau apapun bentuk ketidakbahagiaan yang bakal terjadi di masa depan. Kita juga merasa khawatir manakala merasa ada banyak hal yang tampaknya berada di luar kendali kita.
Kunci pertama adalah memfokuskan sumberdaya diri kita pada apa-apa yang masuk dalam rentang kendali dan kuasa kita. Bahwa kita tidak bisa mengendalikan segala faktor yang mempengaruhi masa depan kita -kondisi ekonomi regional, siapa yang terpilih sebagai presiden, bencana ekonomi atau alam, dsb maka janganlah itu jadi perihal yang kita risaukan.
Risaukan saja apa yang bisa kita munculkan dan latih dalam diri kita, yang biasanya berwujud kompetensi, pengetahuan dan mentalitas yang membuat kita siap hadapi apa-apa yang ada di depan nanti. Orang-orang yang bersiap biasanya akan membuat perubahan di masa depan nanti menjadi kurang relevan bagi dirinya.
Jangan gunakan ketidakpastian untuk menakut-nakuti diri. Jadikan ketidakpastian sebagai alasan kuat untuk mempersiapkan diri. Dan salah satu cara terbaik untuk mengurangi secara signifikan kadar ketidakpastian di masa depan adalah dengan merancang masa depan kita sendiri dan lalu berikhtiar bersesuaian dengan rencana itu. Maka inilah kunci pertama: dalam menghadapi ketidakpastian, persiapkan diri dengan gunakan segala sumberdaya yang berada dalam rentang kendali kita.
Kunci kedua adalah mensyukuri apa-apa yang sudah ada di masa sekarang, dan optimalkan kebaikan darinya. Tak perlu risaukan apa-apa yang tidak kita punyai, karena itu akan melemahkan kita dan membuat kita lupa untuk berbahagia dengan kesyukuran.
Jangan lenakan diri kita dengan perandai-andaian tentang apa-apa yang belum kita miliki hingga lupa untuk merasa damai dengan yang sudah ada di hadapan. Hiduplah di masa sekarang, nikmati apa yang ada, dan optimalkan. Tatkala kita betul-betul bisa menghargai apa-apa yang telah Tuhan titipkan saat ini, kita boleh optimis Tuhan akan penuhi janjiNya untuk menambah jumlah dan kualitas titipanNya pada diri kita.
Kunci ketiga adalah berfokus pada ikhtiar dan berikhlas pada bagaimana Tuhan berkenan tentukan hasilnya.
Kewajiban kita sesungguhnya bukanlah untuk memastikan diri kita ini berhasil. Tugas kita adalah untuk memastikan bahwa diri ini telah berusaha sekeras mungkin dan telah menunjukkan syarat kepantasan yang membuat Tuhan mengijinkan kita berhasil.
Jika sudah demikian cara pandangnya, maka kegagalan yang secara wajar membuat diri bersedih pun akan bisa dimaknai dengan baik dan membijakkan diri hingga ke depan nanti.
Pernah mendengar istilah “Jangan takut gagal”? Saya memilih untuk tidak bersepakat dengan itu. Bagi saya, ketakutan akan gagal itu lumrah untuk dirasa. Ketakutan ini adalah emosi yang menuntun diri ini untuk tidak meremehkan suatu tantangan dan kondisi dan menjadikan diri lebih berhati-hati dan bersungguh-sungguh dalam ikhtiar yang keras.
Hanya dengan melalui itulah kita kemudian boleh berkata pada diri, “Kalau sudah berhati-hati dan keras berikhtiar masih gagal, maka berarti itu ya perihal terbaik yang Tuhan takdirkan bagi saya.”
Maka sesungguhnya yang perlu dilakukan bukanlah untuk menghilangkan rasa takut akan kegagalan, melainkan menumbuhkan kesediaan yang ikhlas dan bernyali tatkala kegagalan sudah ada dihadapan. Dan tak lupa; prasangka yang baik pada Tuhan.
Bahwa ketidakpastian di masa depan itu adalah perihal yang pasti, maka dari sinilah harusnya kita sadar betapa kita sangat membutuhkan Tuhan. Maka kunci keempat, yang sesungguhnya mendasari semuanya: sandarkan diri pada Tuhan atas ketidakpastian yang menjelang dan yang akan datang.
Kekhawatiran berlebihan atas masa depan seolah merupakan wujud ketidakpercayaan kita pada kemurahan Tuhan. Bolehlah seseorang merasa sangat khawatir dengan masa depannya manakala dia memang bermasalah serius dengan Tuhan.
Namun manakala kita telah menjaga ketundukan hati padaNya, manakala kita senantiasa berusaha wujudkan takwa pada diriNya, maka sungguh tidaklah pantas kita merasa khawatir akan takdirNya atas diri kita. Bahwa apapun yang terjadi, itu semua pasti ada untuk suatu kebaikan.
Maka dengan pengetahuan bahwa keresahan akan ketidakpastian itu ada dirasa di hati, maka mari kita bermohon pada Dia Yang Memiliki Hati; mengucapkan yang berikut ini dalam do’a kita setiap hari:
Ya Tuhanku, aku berlindung pada diriMu Yang Maha Pemurah dari kegelisahan dan kesedihan hati atas apa-apa yang tidak aku miliki dan yang tidak aku miliki. Aku berlindung pada diriMu Yang Maha Penyayang dari segala kelemahan dan kemalasan dalam mencapai kebaikan dalam kehidupan kami.
Manakala kita sudah bersandar pada Tuhan, maka sungguh pantas kita meyakini yang berikut ini:
Sebagaimanapun besarnya ketidakpastian di masa depan kita nanti atau yang segera menjelang, maka kondisi pastinya adalah bahwa kita pasti akan baik-baik saja, bahwa Tuhan akan menjaga dan mengarahkan kita kepada kebaikan sebagaimana yang kita senantiasa minta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar