Pages

Kamis, 02 September 2010

Kebaikan Adalah Suatu Kesadaran


Kebaikan membutuhkan kesadaran, persis seperti bibit dalam tanah yang pada umumnya membutuhkan sinar matahari dan pembasahan dari hujan serta embun.

Para pemburu yang dilahirkan dan dibesarkan di sekitar kutub utara, hidup mereka bergantung pada berburu dan membunuh binatang, daging dari binatang itu digunakan untuk mengisi perut, kulit dari binatang itu mereka jual kepada para pedagang yang datang dari tempat yang jauh.

Bagi para pemburu boleh dikatakan, memburu dan membunuh binatang besar dan buas seperti beruang kutub bukanlah suatu hal yang mudah, bagi para pemburu yang berketerampilan lamban besar kemungkinan bisa menyetorkan nyawanya sendiri.

Tetapi jika memburu marten (musang yang berbulu halus) risikonya tidak terlalu besar, bahkan boleh dikatakan sangatlah mudah, walaupun daging dari hewan sejenis musang ini sangat sedikit, akan tetapi kulit hewan marten ini bisa dijual dengan harga yang sangat bagus.

Tetapi proses pemburuan hewan marten ini sangat "kejam" sekali. Seorang kamerawan dari Amerika pernah mendokumentasikan proses pemburuan hewan marten ini.

Ketika senja turun dan kegelapan tiba, para pemburu berangkat dengan mengenakan jaket katun yang sangat tebal, pergi ke tempat di mana sering terlihat hewan marten itu muncul dan menghilang. Di sana sang pemburu lalu merebahkan tubuh di atas tanah, berpura-pura seperti orang yang hampir mati kedinginan.

Watak dan kebiasaan sejak kecil dari hewan marten ini adalah berbelas kasih. Melihat orang yang berbaring di atas tanah salju, mereka akan keluar dari gua mereka yang hangat, menghampiri dan menggunakan kehangatan tubuhnya sendiri untuk menghangati orang yang berpura-pura mati kedinginan itu. Dengan cara demikian, pemburu bisa dengan sangat mudah menangkap hewan itu.

Cara menangkap hewan marten setelah dipublikasikan oleh wartawan, menjadi cemohan orang dan menyebabkan protes dari lembaga perlindungan hewan Amerika, serta sifat antipati dari masyarakat barat yang percaya pada Tuhan, mereka beranggapan tindakan tersebut adalah tindakan umat manusia yang paling tidak patut dan paling jahat.

Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa harus memberikan hukuman bagi para pemburu yang kejam dan tidak berperikemanusiaan, berharap melalui kekuatan pemerintahan melakukan pemberian sanksi ekonomi kepada negara itu, untuk menghukum para pemburu hewan marten itu.

Tetapi, bagi penduduk setempat mereka tidak menganggap perilaku demikian itu bertentangan dengan perikemanusiaan. Mereka menganggap hal itu hanyalah mengenai kebiasaan hewan marten, cara untuk menangkap hewan marten bukan mereka yang temukan, melainkan cara itu sudah beredar dari ribuan tahun yang lalu, nenek moyang mereka mempergunakan cara ini untuk menangkap hewan marten itu.

Tetapi kecaman yang keras masih membuat para pemburu hewan marten mengenali sekali lagi perilaku mereka sendiri, terdesak oleh tekanan dari media massa, pemerintah setempat mulai melarang perilaku penangkapan hewan marten yang umumnya dianggap sebagai perilaku yang "tidak tahu balas budi".

Setelah larangan berburu semacam ini telah lewat beberapa puluh tahun, perilaku perburuan hewan marten itu sudah dicampakkan dan tidak dipergunakan lagi oleh para pemburu setempat, jika masih ada pemburu yang mempergunakan cara penangkapan semacam itu, dia akan dianggap sebagai suatu penghinaan bagi rekan seprofesi.

Mereka lalu tidak bisa diikutsertakan di dalam barisan perburuan hewan besar, mereka hanya bisa selamanya terkucil di luar ikatan organisasi pemburu yang dibentuk secara longgar.

Kejahatan manusia kadang kala terpupuk dari kebiasaan, setelah tertimbun/ terkumpul dari hari ke hari, kejahatan itu lalu berubah menjadi semacam hal yang biasa dan telah diabaikan oleh manusia.

Kebaikan membutuhkan kesadaran, persis seperti bibit di dalam tanah yang pada umumnya membutuhkan sinar matahari dan pembasahan dari hujan serta embun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...