Pages

Rabu, 01 September 2010

Bagaimana Mempertahankan Karyawan Handal


Retensi pegawai adalah salah satu ukuran utama dari tingkat kesehatan sebuah perusahaan, entah yang mapan maupun start-up. Jika Anda misal kehilangan sejumlah besar SDM kunci, maka bolehlah kita optimis bahwa orang2 lain di departemen mereka juga sedang berencana untuk keluar.

Terlebih lagi jika kondisi di luar amat mendukung. Realitanya, ketika pasar kerja membaik, maka tingkat turnover juga akan meningkat secara signifikan.

Maka berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membuat para karyawan handal betah di perusahaan:


1. Ekspektasi Kerjaan yang Jelas dan Terkomunikasikan

Para pemikir manajemen (Ferdinand Fournies, Marcus Buckingham, Curt Coffman) menyepakati bahwa karyawan akan puas bila mereka tahu persis pengharapan apa yang dikenakan pada mereka setiap harinya. Perubahan ekspektasi yang kerap akan membuat karyawan merasa was-was dan menimbulkan tekanan yang tidak menyehatkan.

Ini pada gilirannya akan merampas rasa aman dalam bekerja dan membuat karyawan yang bersangkutan merasa dirinya tak sukses dalam bekerja. Bukannya ganti jobdesc dan KPI dilarang sih, hanya saja jika memang terdapat perubahan, maka sebaiknya masih berada dalam kerangka yang sama.

Setelah ekspektasinya sudah jelas dan konsisten, maka hal berikutnya adalah mengkomunikan semua itu secara jelas. Faktanya:

Hanya 36% dari karyawan mempercayai manajemen seniornya untuk diajak berkomunikasi
Data: mercer HR consulting

Tapi tentu bukan ini saja masalahnya. Ketidakjelasan tentang ekspektasi jadi masalah, tapi begitu juga ketidakjelasan tentang potensi pendapatan, umpan balik terhadap performa, dan kerangka mendasar yang mana si pegawai jadi tahu dalam kriteria apakah dia dianggap berperforma baik.

Jika Anda berurusan dengan ketenagakerjaan di perusahaan Anda, maka dalam rangka memotivasi dan mempertahankan karyawan berkualitas, pertama-tama harus jelas dulu apakah sebuah posisi tertentu bentuknya sebuah karir atau pekerjaan sementara.

Bila Anda sendiri belum tahu kejelasan tentangnya, maka hampir dipastikan karyawan Anda juga merasa gamang tentangnya. Nah, sekarang jika kondisinya Anda sudah tahu, maka tinggal pastikan -bukannya mengira atau berasumsi- karyawan yang bersangkutan juga telah mengetahuinya.


2. Kualitas Kepemimpinan dan Supervisi terhadap Karyawan

Ternyata jumlah pegawai yang keluar gara-gara ketidakcocokan dengan manajer dan supervisor lebih besar ketimbang mereka yang keluar gara-gara ketidakcocokan dengan perusahaan atau pekerjaan. Pengalaman pribadi juga nih.

Ketika orang-orang keluar dari perusahaan, seringkali bukan karena perusahannya itu sendiri, melainkan karena pimpinan mereka. Ken Blanchard

Bentuk lain dari fenomena ini: Pegawai yang handal dan berbakat bisa jadi bergabung pada perusahaan karena pimpinannya yang kharismatik, gaji yang besar, program pengembangan diri yang luar biasa atau yang lain. Tapi yang membuat dia bisa bertahan lama dan yang menentukan produktivitasnya adalah hubungan dia dengan pimpinan/supervisor terdekatnya atau yang langsung berada di atasnya.

Sebesar 70% pelanggan pabrik atau jasa pelayanan mengaku bahwa mereka pindah ke pemasok lain karena masalah yang berkaitan dengan manusia ketimbang kualitas produk atau jasa – The Forum


3. Keleluasaan Mengungkapkan Isi Hati dan Kepala

Apakah perusahaan Anda menghargai pendapat, curhat dan masukan serta mengupayakan adanya atmosfer yang memfasilitasi itu semua? Jika tidak, para pegawai potensial akan ngedumel, nggrundel, rasan-rasan, atau bicara gak enak di belakang atau saluran-saluran yang tak semestinya. Yang demikian terus berlangsung sampai karyawan yang tak merasa puas dan uneg-unegnya tak tersalurkan keluar dari perusahaan. Dan dalam rentang itu, keluhan dan kritikan yang disampaikan diakan menyebarkan aura tak mengenakkan di tempat kerja.

Jika kita adil menilai, memang tidak semua uneg-uneg sebenarnya pantas untuk disampaikan dalam saluran formal. Tapi bahkan untuk melabeli apakah itu layak atau tidak untuk diungkap di saluran formal, uneg-uneg itu harus didengar terlebih dahulu. Maka baiklah, kita buat saja saluran non-formal.

Gagal dalam memfasilitasi ini akan membuat karyawan menganggap dirinya tak dipahami. Sementara pemfasilitasan kebutuhan ini bisa membuat uneg-uneg bahkan tak perlu dipecahkan, karena bisa jadi sekedar didengar saja sudah cukup membuat kebutuhan sang pegawai tersalurkan.

Jika hal ini terlalu ribet buat Anda, maka sebaiknya urusan ini didelegasikan ke staf atau rekan Anda yang memang begitu enjoy berinteraksi dengan orang. Mereka yang bertipe sanguine biasanya cocok untuk urusan yang satu ini.

Oiya, tentu saja hal yang ini juga berlaku untuk urusan gagasan pengembangan proses atau organisasi. Jika dalam diri sang pegawai masih ada kekhawatiran gagasannya akan dicuri atau tidak dihargai, maka dia pasti akan punya keraguan yang besar pada potensi peningkatan karirnya.


4. Pendayagunaan Bakat dan Skill Alami Karyawan

Masih banyak kita temui para pegawai yang bekerja tidak berdasarkan preferensi minat dan kecencerungan bakat mereka. Hal ini bisa menimbulkan kejenuhan dalam jangka panjang. Sehingga untuk model karyawan yang seperti ini, perlu kita fasilitasi dengan cara memberinya pekerjaan yang bersesuaian dengan bakat dan skill alami atau yang dia sukai.

Ada cerita tentang seorang manajer yang sedang getol ingin membangun strategi marketing dan pembuatan logo dengan memanfaatkan jasa konsultan dari luar. Sementara itu di internal ada sales representative yang terus menawarkan diri.

Dia sendiri telah punya pengalaman tujuh tahun di biro iklan dan suka membuat logo. Tapi tawarannya selalu ditolak dan dia menuliskan itulah salah satu alasan kenapa dia keluar dari sana. Recognition atau pengakuan, dan pemfasilitasan bakat dan preferensi bisa jadi perihal penting yang membuat sang pegawai kerasan atau tidak.

Tapi tahukah Anda, salah satu temuan menarik dari sesi wawancara bagi mereka yang berniat keluar kerja adalah bahwa mereka merasa dirinya tidak dianggap ada oleh atasan mereka. Jangankan bakat dan kompetensinya diketahui dan dipuji, jangankan hapal namanya, sekedar dianggap ada saja tidak, kok. Untuk perusahaan kecil, itu bisa jadi adalah sang presidennya langsung, atau kepala divisi untuk perusahaan besar.

Bisa jadi ini sekedar persepsi yang salah dari sang pegawai. Tapi jika pegawai Anda memang potensial, dia mustinya punya kebutuhan pengakuan yang besar. Dan dia harus tahu bahwa atasan-atasannya mengenal diri dan kualitas performanya.

Sehingga sisihkanlah waktu untuk ngobrol dengan terutama karyawan-karyawan baru dan pelajari tentang bakat, preferensi dan kelebihan khusus mereka. Daripada repot pake kuesioner, mending memang tanya aja langsung ke yang bersangkutan. Amatlah penting untuk membuat para pegawai kita merasa disambut dan diakui keberadaannya.

Untuk itu, sebaiknya Anda minta bantuan rekan atau asisten Anda untuk mengingatkan tentang hal ini. Karena yang satu ini seringkali terkesan remeh sampe2 kelupaan.


5. Peluang Peningkatan Kompetensi

Rata-rata pegawai yang handal pasti akan amat memikirkan rencana pengembangan diri untuk peningkatan kariernya. Dia juga membutuhkan fasilitasi sumberdaya untuk bisa memenuhi target performa yang dia tentukan sendiri untuknya.

Para pegawai handal pasti membenci kondisi stagnan. Ketika dia tidak merasa mendapatkan waktu, pelatihan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai performa ideal yang diharapkan darinya, maka dia bisa tergoda untuk berpindah kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...