Pages

Senin, 21 Juni 2010

Meja Kayu

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan.

Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.

Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita
harus lakukan sesuatu, " ujar sang suami. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini."

Lalu, kedua suami istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek. Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi.

Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. "Kamu sedang membuat apa?". Anaknya menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saat ku besar nanti. Nanti, akan ku letakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Rabu, 09 Juni 2010

100 Hari Yang Berharga

Peter dan Tina sedang duduk bersama di taman kampus tanpa melakukan apapun, hanya memandang langit sementara sahabat-sahabat mereka sedang asyik bercanda ria dengan kekasih mereka masing-masing.

Tina: "Duh bosen banget. Aku harap aku juga punya pacar yang bisa berbagi waktu denganku."

Peter: "kayaknya cuma tinggal kita berdua deh yang jomblo. cuma kita berdua saja
yang tidak punya pasangan sekarang." (keduanya mengeluh dan berdiam beberapa saat)

Tina: "Kayaknya aku ada ide bagus deh. kita adakan permainan yuk?"

Peter: "Eh? permainan apaan?"

Tina: "Eng... gampang sih permainannya. Kamu jadi pacarku dan
aku jadi pacarmu tapi hanya untuk 100 hari saja. gimana menurutmu?"

Peter: "baiklah... lagian aku juga gak ada rencana apa-apa untuk beberapa bulan ke depan."

Tina: "Kok kayaknya kamu gak terlalu niat ya... semangat dong! hari ini akan jadi hari pertama kita kencan. Mau jalan-jalan kemana nih?"

Impian Seorang Manusia Lumpuh

Tennese adalah salah satu daerah yang terletak di Amerika, disinilah pernah dilahirkan kedunia seorang manusia yang sangat luar biasa. Terlahir prematur dan kondisi lemah. kondisi bandannya sangatlah lemah. Pada umur empat Tahun dia malah terkena penyakit radang paru-paru kronis dan tubuhnya lumpuh terkena polio, dua penyakit maut yang sangat mematikan saat itu sampai dua kakinya harus memakai penyangga.

Di samping anak ini ada seorang yang tak kalah luar biasanya yang selalu menyanyangi, mencintai dan selalu menghiburnya bahkan memberi dorongan dan semangat. “Walaupun kamu mempunyai kaki yang lemah dan harus menggunakan penyangga, kamu dapat melakukan apapun yang kamu inginkan dan impikan dalam Hidup” kata ibunya kepadanya di suatu kesempatan. Yang kamu butuhkan hanyalah KEYAKINAN, KETEKUNAN, KEBERANIAN dan SEMANGAT PANTANG MENYERAH. dan petuah dari ibunyalah cikalbakal lahirnya seorang manusia luar biasa, seorang manusia pejuang, yang dengan gagah berani menatap hidup didepanya yang mungkin bagi orang lain itu “KEMUSTAHILAN”. 

Di usia sembilan tahun ia memutuskan melepas penyangga di kedua kakinya. padahal saat itu dokter melarangnya dan mengatakan “Kakimu tidak akan mungkin bisa normal” Tetapi sianak ini tidak perduli dia punya keyakinan bisa berjalan tanpa penyangga. Anak ini berjuang dan berjuang terus selama empat tahun dan ahirnya bisa berjalan dan membuat paramedis heran bin ajaib.

Di tengah kaki yang belum normal betul anak ini malah bercita-cita dan punya impian yang membuat banyak orang disekelilingnya menertawakannya. ” Aku ingin menjadi pelari tercepat dunia” katanya disuatu kesempatan. Bagaimana mungkin ???

Bunda tolong mandikan aku sekali saja

Dewi adalah sahabat saya, ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis
maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not to be the best?,'' begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut
lahir ketika Dewi di angkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat
setulusnya saya pernah bertanya padanya, "Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?" Dengan sigap Dewi menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna". "Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !" begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, di tangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi
anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Potret Buram Sebagian Bocah di Negeri Tirai Bambu

Teman -teman semua, Berharap setelah melihat ini, kita semua bisa belajar memiliki hati yang bersyukur dan tidak lagi suka membuang makanan. Banyak orang yang demi sepiring nasi, terpaksa berjuang mati matian untuk hidup. Tetapi di sisi lain, ada orang lain yang suka membuang makanan. Hari ini kita masih bisa makan. Ucapkan rasa syukur, dan manfaatkan dengan sebaiknya.

Mengikat dan menambatkan bocah-bocah ini pada jeruji jendela, mencerminkan keputus-asaan yang dihadapi para buruh migran di negara komunis ini. Pada dasarnya karena ketidak mampuan menitipkan anak, para orang tua harus mengajak anak-anak mereka ikut bekerja.

Gambar-gambar yang dirilis Daily Mail ini diambil pada sebuah pabrik di kota Jiaxing, di mana orang tua mereka bekerja keras selama sepuluh jam sehari. Terdapat sekitar 110 juta buruh migran yang usianya antara 16 hingga 40 tahun di China. Karena tidak terdapat penitipan anak dimana mereka dapat beristirahat dengan baik.
Bocah malang ini dibiarkan di lantai, di mana para orang tua yang sangat mencemaskan anaknya menggunakan tali karet panjang untuk mengikat bocah-bocah tersebut pada jeruji jendela. Di sana mereka ditinggalkan dengan aman dari penculikan, sambil mengamati orang tua mereka bekerja.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...