Pages

Rabu, 21 April 2010

Hidup jangan tertidur

Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu anda lakukan adalah menjadi
sadar. inti kepemimpinan adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah kesadaran.
banyak orang yang menjalani hidup ini dalam keadaan tertidur.

Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya
meninggal dalam keadaan tertidur.

Analoginya adalah seperti orang yang terkena hipnotis. anda tahu dimana menyimpan uang.
anda pun tahu persis nomor pin anda. dan andapun menyerahkan uang anda pada orang
tidak dikenal. anda tahu, tapi tidak sadar. karena itu, anda bergerak bagaikan robot2 yang
dikendalikan orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta benda.

Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. anda tahu berolah raga penting
untuk kesehatan, tapi Anda tidak juga melakukannya. anda tahu memperjualbelikan jabatan
itu salah, tapi Anda menikmatinya. Anda tahu berselingkuh dapat menghancurkan keluarga,
tapi Anda tidak dapat menahan godaan. itulah contoh tahu tapi tidak sadar!

Anda baru sadar pentingnya kesehatan kalau anda sakit. anda baru sadar pentingnya
olahraga kalau kadar kolesterol anda mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. anda baru
sadar nikmatnya bekerja kalau anda di PHK. seorang wanita karier baru menyadari bahwa
keluarga jauh lebih penting setelah anaknya terkena narkoba. seorang sopir taksi pernah
bercerita bahwa ia baru menyadari bahayanya judi setelah hartanya habis.



Kematian mungkin merupakan satu stimulus terbesar yang mampu menyentakkan kita.
banyak tokoh terkenal meninggal begitu saja. mereka sedang sibuk memperjualbelikan
kekuasaan, saling menjegal, berjuang meraih jabatan, lalu tiba-tiba saja meninggal.
bayangkan kalau anda sedang menonton film di bioskop. pertunjukan sedang berlangsung
seru ketika tiba2 listrik padam. petugas bioskop berkata, silakan anda pulang, pertunjukan
sudah selesai! Anda protes, bahkan ingin menunggu sampai listrik hidup kembali. tapi,
si penjaga hanya berkata tegas, pertunjukan sudah selesai, listriknya tidak akan pernah
hidup kembali.

Itulah analogi sederhana dari kematian. kematian orang yang kita kenal, apalagi
kerabat dekat kita sering menyadarkan kita pada arti hidup ini. kematian menyadarkan kita
pada betapa singkatnya hidup ini, betapa seringnya kita meributkan hal2 sepele, dan betapa
bodohnya kita menimbun kekayaan yang tidak sempat kita nikmati.

Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. untuk menjadi bangun kita harus sadar
mengenai tiga hal, yaitu siapa diri kita, darimana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi.
untuk itu kita perlu sering mengambil jarak dari kesibukan kita dan melakukan kontemplasi.

Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin,
kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, kita adalah makhluk
spiritual yang mengalami pengalaman2 manusiawi. manusia bukanlah makhluk bumi melainkan
makhluk langit. Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi.

Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. tubuh diperlukan
karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. tetapi, tubuh ini lama
kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan rumah untuk mencari rumah yang lebih layak. keadaan ini kita sebut meninggal
dunia. jangan lupa, ini bukan berarti mati karena jiwa kita tak pernah mati. yang mati adalah
rumah kita atau tubuh kita sendiri.

Coba Anda resapi paragraf diatas dalam2. badan kita akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup.
kalau anda menyadari hal ini, anda tidak akan menjadi manusia yang ngoyo dan serakah. kita
memang perlu hidup, perlu makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. bila anda
sudah mencapai semua kebutuhan tersebut, itu sudah cukup! buat apa sibuk mengumpulkan
kekayaan apalagi dengan menyalahgunakan jabatan kalau hasilnya tidak dapat anda nikmati
selama-lamanya. apalagi anda sudah merusak jiwa anda sendiri dengan berlaku curang dan korup.
padahal, jiwa inilah milik kita yang abadi.

Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri peristiwa-peristiwa yang pahit tersebut agar kita sadar? Jawabnya: ya! tapi kalau anda merasa cara tersebut terlalu mahal, ada cara kedua yang jauh lebih mudah: Belajarlah mendengarkan. dengarlah dan belajarlah dari pengalaman orang lain. bukalah mata dan hati anda untuk mengerti, mendengarkan, dan mempertanyakan semua pikiran dan paradigma anda. sayang, banyak orang yang mendengarkan semata-mata untuk memperkuat pendapat mereka sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan dengan pendapat mereka sebelumnya. orang yang seperti ini masih tertidur dan belum sepenuhnya bangun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...