Manusia dapat di analogikan bagai sebuah tangga. Tangga bisa digunakan untuk melakukan dua hal; Anda bisa menggunakannya untuk naik ke atas, juga bisa menggunakannya untuk berjalan ke bawah.
Persis sama dengan nasib, Anda bisa membuat diri Anda ke atas, juga bisa menggunakannya untuk membuat diri Anda ke bawah. Semua ini tergantung diri Anda sediri. Seperti halnya dengan kelemahan dan kegagalan dia bisa menjadi alat pemacu yang paling besar bagi diri kita, juga bisa menjadi sebab dari keciutan nyali kita.
Ketika perasaan sedang sulit, mungkin bisa membuat manusia belajar bagaimana menyayangi diri sendiri dan orang lain, begitu juga, ada pula orang yang merasa takut untuk menyayangi.
Kekayaan harta yang berlimpah, bisa membuat manusia belajar bagaimana bisa berbagi dan menguntungkan orang lain, tapi juga bisa membuat watak hakiki dari seseorang menjadi tersesat.
Suatu kemalangan yang terjadi,bisa membuat orang bekerja keras demi kemakmuran, namun juga bisa membuat orang terperosok dalam keputus-asaan.
Banyak orang sebenarnya bisa menggunakan “tangga” untuk memperbaiki nasibnya, tapi mereka tidak melakukan, hal inilah merupakan ketidakmauan mereka.
Sebenarnya kita bisa naik setingkat lebih ke atas, tapi tidak bergerak naik, malahan terperosok karena mengeluh dan mengasihani diri.
Beberapa hari yang lalu, saya membaca sebuah cerita:
Ada seseorang dimasa mudanya, telah dituduh oleh orang lain, sehingga masuk penjara selama 9 tahun. Kemudian kasus salah tuduh ini terpecahkan, dan akhirnya orang tersebut bisa keluar dari penjara.
Setelah keluar dari penjara dia mulai tak henti-hentinya mengecam dan mengutuk, “Alangkah malangnya saya ini, dimasa muda yang sedang berprestasi mengalami perlakuan yang tidak adil.
Tempat itu layaknya sama seperti neraka, sempit hingga sulit untuk membalikkan badan, sama sekali bukan tempat tinggal manusia.
“Satu-satunya jendela kecil yang berada di sana hampir tak tersinari oleh matahari. Di musim dingin anginnya menusuk tulang, di musim panas ada banyak nyamuk yang menggigit.”
“Saya sungguh tidak mengerti, mengapa Tuhan tidak menghukum orang yang telah memfitnah saya itu, walaupun orang itu dicincang ribuan kali, juga tidak akan melepaskan dendam sakit hati saya!”
Sahabat, Mengutuk kemalangan tidak bisa membawakan kebahagiaan. Mengapa kita harus mengutuk dan mengeluh ketika dihadapkan pada kesengsaraan dan kemalangan.
Fungsi tangga bukan agar orang bisa berdiri di atasnya, tapi digunakan untuk dapat memanjat ke atas. Nasib yang sengsara dan menyedihkan juga bukan agar seseorang bisa menerima kesengsaraan begitu saja, tapi agar orang bisa melewati kesengsaraan itu dan bangkit, jika tangga digunakan untuk meningkat ke atas, maka dia akan menjadi batu penyanggah.
Tangga membuat saya bisa memanjat keatap rumah yang paling tinggi, Saya dapat melihat pemandangan yang sangat indah. Dengan Tangga saya mampu meraih sesuatu yang tidak mampu saya capai dengan tangan saya sendiri.
Nasib sama halnya dengan sebuah tangga. Dengan tangga Anda bisa mencapai tingkat lebih tinggi. Tetapi jika Anda terikat pada tangga, atau mengalihkan tangga itu, maka bagaimana Anda bisa meningkat ke tingkatan yang lebih tinggi?
Tangga kehidupan adalah daya ungkit yang luar biasa agar kita mampu mencapai yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar