Jumat, 10 September 2010
Siapa yang akan meninggal terlebih dahulu
Bergaul atau berhubungan dengan orang lain, sama dengan pasir yang di ayak. Waktu sama halnya dengan ayakan itu, setelah lewat sekian lama baru bisa mengetahui siapa sebenarnya pandamping hidup kita.
Ketika masih kuliah, teman-teman sesama kost semua pada berebut mencari pacar yang tampan dan kaya.
Selama empat tahun kuliah, hati saya sedikit pun tidak tergerak. Kemudian saya juga pernah mengalami beberapa kali menjalin kasih, tetapi saya lebih banyak mendapatkan kekecewaan.
Seorang pria jika tidak memiliki kegagahan sebagai seorang pria, walau sangat tampan dan kaya raya tidak akan berarti apa-apa. Maka dari itu, saya selalu sendirian (tanpa pacar) hingga hampir menyelesaikan kuliah S2 baru bertemu dengan pacar saya saat ini.
Pada saat itu, kebanyakan orang tidak yakin dengan kami berdua, merasakan bahwa kami cepat atau lambat akan berpisah.
Menengok beberapa tahun belakangan ini, sebenarnya untuk melanjutkan perjalinan berdua juga sangat payah sekali, tetapi kami sangat yakin sekali terhadap pasangan bahwa dia adalah pasangan hidup yang harus menemani diri kita untuk selamanya.
Memilih hidup bersama dia, juga bukan bertindak berdasarkan dorongan hati, dorongan hati itu dalam kebanyakan keadaan adalah kesalahan, hal ini dikarenakan dalam kurun waktu yang panjang telah benar-benar melihat cintanya yang tanpa ego dan tanpa syarat.
Suatu ketika saya mengobrol dengan seorang sahabat karib, membicarakan tentang suatu masalah, dimana masalah tersebut telah dibicarakan oleh hampir semua insan yang sedang dilanda jatuh cinta.
Dia pergi bersama suaminya meramalkan nasib. Setiap kali peramal itu berkata bahwa hidup dia akan lebih panjang dari pada sang suami, karenanya dia menjadi khawatir, dan pernah berkata, "Saya akan memohon kepada Tuhan, untuk membagikan umur saya kepada suaminya, agar bisa meninggal bersama."
Mendengarkan perkataannya ini saya sangat terharu, mempunyai isteri yang begitu baik hati, menjadi suaminya pasti akan sangat berbahagia. Dia berkata dengan sang suami, "Jika benar ada siapa yang harus meninggal lebih dulu, maka dia berharap orang itu adalah dia, karena hidup tanpa suaminya dia akan merasakan kesedihan bagaikan hati dan usus tersayat hingga putus."
Siapa sangka suaminya juga menjawab, "Dia juga ingin meninggal lebih dulu..." Karenanya, sepotong pembicaraan yang seharusnya sangat romantis dan mengharukan, berakhir karena suami yang tidak menunjukkan perhatian.
Saya juga pernah membicarakan masalah yang sama dengan pacar saya, berbicara tentang suatu hari nanti kita akan menjadi tua. Saya bertanya, "Siapakah diantara kita yang bisa hidup lebih lama?"
Dia menjawab, "Saya ingin hidup lebih lama..."
Mendengarkan jawaban dia, saya ingin sekali memukulnya, sungguh sangat keterlaluan. Dia tidak mempedulikan saya sedang mengepalkan tinju tinggi-tinggi, melanjutkan untuk memberi penjelasan, "Karena saya tidak ingin mati lebih duluan, dan meninggalkan Anda hidup seorang diri, jika ada siapa yang harus hidup sendirian, saya harap orang itu adalah saya..."
Hingga saat sekarang ini jika teringat akan pembicaraan di atas, saya selalu merasa terharu. Manusia di dunia, yang paling berharga adalah bisa lebih banyak memikirkan orang lain, termasuk pacar sendiri, termasuk keluarga, termasuk teman-teman, bahkan termasuk orang asing yang berjalan bersisipan dengan kita.
Jika ketika sedang bertengkar dan saling mendendam, kita bisa berpikir demi pihak lawan, kemungkinan kita akan merasakan jalan di depan tiada batasnya laksana laut dan angkasa.
Saya berdoa bagi semua insan yang sedang menjalin kasih, agar didalam percintaan mereka semakin lama semakin tidak mementingkan dirinya sendiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar