Harta kekayaan dipergunakan untuk membantu. Tiada satu pun manusia di dunia ini yang tidak membutuhkan uang, tetapi harus tidak bisa tersesatkan oleh harta.
Jika semata-mata mempertahankan kekikiran, satu sen pun tidak rela untuk didermakan, maka meskipun bisa menumpuk harta banyak setinggi gunung, dirinya sendiri juga tidak bisa mempunyai keberuntungan untuk menikmati.
Orang dulu berkata, "Jika kikir akan harta serta menyayangi pusaka, puluhan ribu dewa pun tidak akan bersedia datang." Apalagi harta kekayaan merupakan materi di luar tubuh, lahir tidak dibawa serta, mati pun tidak bisa dibawa pergi.
Saya pernah menjumpai seorang pasien yang sangat menyayangi rumahnya bagai nyawanya sendiri, penyakitnya sudah tidak bisa ditolong lagi, masih tetap menjaga rumahnya itu bagaikan budak, hingga dia mencapai ajalnya.
Jack membeli sebuah rumah besar, yang memiliki pemandangan sangat indah, rumah itu dibangun pada dataran yang sangat curam dan berbahaya. Dia menggunakan segala cara yang mungkin dilakukan untuk mempertahankan kekokohan rumah itu, yang sebenarnya sangat berisiko tertimpa longsoran.
Suatu hari, cuaca sangat tidak bersahabat, setiap hari turun hujan, sebentar hujan lebat sebentar lagi hujan rintik-rintik. Apabila tanah di atas bukit itu longsor terkena hujan, akibatnya jadi sangat fatal.
Melihat kondisi ini, ada orang yang sengaja suka mengejar sensasi, lantas memasang dua hingga tiga kamera yang diarahkan pada rumah yang berisiko itu. Menunggu saat adegan berbahaya itu tiba dan terekam kamera. Salah satu dari orang-orang itu ialah seorang tamu yang pernah diusir Jack dari rumah itu. Dengan perasaan tak sabar ia menanti melihat nasib buruk menimpa Jack.
Jack telah menghemat uangnya satu sen demi satu sen, yang akhirnya terkumpul uang yang hanya cukup untuk membayar uang muka rumah itu, dia juga menghemat pengeluaran yang tidak perlu untuk membayar bunga pinjamannya.
Setiap kali dia akan menguntit tamu-tamunya untuk mematikan lampu toilet yang lupa dimatikan. Dia juga sering kali menyantap makanan yang mentah untuk menghemat elpiji, dan akhirnya justru menyebabkannya sakit, lalu pergi ke klinik untuk berobat. Jack tidak rela membayar ongkos periksa, lalu menuntut dokter membuat preseden, mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan menjadi setengah, agar dia bisa membayar lebih murah.
Jack seringkali mencemaskan rumahnya. Istilah dalam pengobatan tradisional China mengatakan banyak berpikir dapat melukai limpa, cemas dan kuatir membuat daya hidupnya menurun. Luka limpa menyebabkan lambung rusak, oleh karena itu dia tidak bisa makan dan minum (tidak berselera).
Karena dia takut rumah mewahnya sewaktu-waktu bisa longsor membuat dia sangat gelisah, setiap hari berada dalam keadaan ketakutan, sedangkan ketakutan ini dapat melukai ginjal. Kehidupan sehari-harinya seperti burung yang terkejut mendengar desingan anak panah, lama kelamaan tertumpuk lalu menjadi penyakit. Ketika tiba di klinik, dia mendapatkan penyakit yang dia derita sudah sangat parah.
Akhirnya di bawah peringatan keras dari anggota pemadam kebakaran, dia dikeluarkan paksa dari rumah itu, lantas berdiri di luar melihat rumah mewah yang dia peroleh dengan cara menghemat segala pengeluaran ini, longsor dan porak poranda, lantas menjadi setumpuk kayu dan seonggok tanah. Jack mengutuk langit, sengsara, sedih dan murka. Beberapa hari kemudian dia "berangkat" mencari Tuhan untuk meminta "keadilan".
Dia mengira semuanya ini adalah milik dia, sebenarnya di dalam nasibnya itu tidak ada. Apalagi segala materi yang berada di atas bumi ini selamanya bukan benar-benar milik siapapun juga.
Demikian juga halnya dengan tubuh manusia, hanya seperti sebuah baju, yang dipinjamkan kepada manusia untuk dipakai sementara, jika benar-benar akan dibawa pergi, orang tersebut harus berkultivasi. Jika tidak kultivasi, datang dan pergi dengan tangan kosong, kelak sesudah menyadari, menyesal pun akan sia-sia, semuanya sudah terlambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar