3 dari 4 Kompasianer menilai Bermanfaat.
Apa logika itu?, logika dari bahasa Yunani yaitu Logike atau Logikos yang
bisa juga berarti Logos artinya alasan, sebagai alasan (reasoning) atau
alasan argumentasi yang tidak bertabrakan dengan alasan lain yang telah
dibuat dalam suatu wacana kalimat.
Jadi hal yang berhubungan dengan logika tidak harus berhubungan dengan
hitungan seperti Matematika dan Fisika.
Logika adalah sebagai dasar atau alasan bagi seseorang untuk mengatakan
sesuatu dan melakukan sesuatu agar tercapai tujuannya, dan tujuan itu
salah satunya adalah solusi baru.
Dasar logika (logical base) ada banyak, mirip dengan faham atau aliran,
tetapi sebenarnya bukan, beberapa diantaranya yaitu:
1. Analisa - Sains (Analytical - Science), analisa semua masalah yang
diinginkan secara obyek maupun subyek, yang akhirnya mengarah ke
ilmu pengetahuan (science), hampir semua logika ilmu pengetahuan
yang muncul berasal dari analisa.
Hasil dari analisa menghasilkan fakta (fact) yang mengarah pada bukti
empiris (benar, nyata & tak terbantahkan), exist atau not exist, juga
menghasilkan theory (dugaan/ asumsi/ spekulasi) dan bila ditambahkan
dengan kreatifitas dan imajinasi, maka akan menghasilkan teknologi
yang bisa memberi solusi bila dimanfaatkan dengan tujuan yang berguna
untuk menolong yang lain.
2. Religi/ Mistik/ Iman pada Tuhan (Religion/ Superstition/ Faith on God),
yang merupakan basic logika berdasarkan keimanan agama tertentu,
mistik dan Tuhan tertentu, intinya adalah semua bentuk pola fikir secara
individu atau kelompok (komunitas) yang mengacu pada keuntungan
kelompoknya sendiri dan akhirnya semua untuk Tuhan ataupun mahluk
mistik lainnya, yang dianggap Tuhan mereka.
Dan bila untuk Tuhan, maka penganut logika jenis ini bila sudah fanatik,
maka dengan suka rela juga mampu menghancurkan kelompoknya
hanya untuk Tuhan walaupun hanya perbedaan sedikit saja dalam
penafsiran ayat-ayat dalam kitab sucinya.
Tatanan tertinggi dari Faith on God ini adalah Universalism, walaupun
menggunakan kata Universal yang artinya menyeluruh dan bisa diterapkan
pada semuanya, ternyata tidaklah demikian, ini hanya konsep, tetapi
tetap tidak bisa dilakukan, karena sesungguhnya terjadi bentrokan logika
yang tajam bila dipelajari lebih jauh, mengapa?, sebab katanya universal,
tetapi tuhannya tetap aliran monotheism, bagaimana dengan agama lain
yang punya tuhan lebih dari satu?, lalu apanya yang universal?.
Bukankah di setiap agama biasanya tuhannya atau utusannya selalu
berkata “Gunakan hatimu”, makanya mereka para agamis tidak pernah
menggunakan “otaknya” tetapi hatinya, dimana kita tahu bahwa hati tidak
bisa berfikir dan hati dalam konteks ini adalah perasaan (emosi).
3. Kemanusiaan (Humanism - Care to Others - Unconditional Love), logika
yang berdasar pada cinta kasih dan peduli pada sesama, cinta kasih dan
peduli pada kelompok lainnya, pada mahluk cerdas lainnya, pada satwa,
pada tumbuhan, pada lingkungan dan jagat raya ini, lebih sering dikenal
dengan nama unconditional love atau kata metaforanya “Nurani’ atau “Hati”.
Care to others ini dalam bahasa salah satu agama disebut dengan kata
amal, walaupun sebenarnya sangat berbeda, sebab care to others tidak
meminta balasan, bila amal meminta balasan agar masuk surga.
4. Rasisme (Racism), logika yang mengarah pada etnis ras, jenis kulit,
suku, dan perbedaan tubuh lainnya baik secara individu ataupun kelom-
pok, yang mengacu pada keuntungan kelompoknya sendiri.
5. Nasionalisme (Nationalism/ Fascism), logika yang mengarah pada
lingkungan, tempat tinggal, kelompok, negara dan area komunitas ter-
tentu, nasionalisme yang berlebihan disebut Fascism.
6. Seni & Desain (Art & Design), logika yang berdasarkan imajinasi, Sense
of Art (Intuisi) yang mungkin bisa cocok dengan gambaran masa lalu,
masa kini dan masa depan, sebab logika seni kadang berbasis logika
analisa secara science, hingga bila di proyeksikan teknologi terkini, maka bisa
dibayangkan secara imajinasi proyeksi ke masa depannya seperti apa?
Demikian juga masa lalu seperti apa?, hal ini bisa dilihat dari analisa
benda prasejarah dan sejarah yang dimiliki saat ini. Namun karena seni,
maka kesesuaian dengan yang terjadi dengan kejadian sesungguhnya-
pun tentu tidak presisi, namun paling tidak bisa memberi inspirasi dan
nilai kebijaksanaan yang bisa dipetik (moral).
Theory juga berdasarkan imajinasi yang diasumsikan (diumpamakan
demikian) walaupun belum jelas apakah memang nantinya demikian
(spekulative) sebab kata theory berasal dari bahasa Yunani “Theoria“
yang berarti “Spekulasi”, theory juga masuk ke dalam Science.
Namun untuk menjadi Law (Hukum), misalnya Hukum Pergerakan
Newton (Newton’s Law of Motions) maka theory akan berbenturan
dengan ujian dan memerlukan fakta-fakta yang akan mendukung dan
ditemukannya kemudian hari atau di masa depan.
Tetapi theory yang sudah menjadi hukum apakah juga nantinya tidak
berubah?, kemungkinan itu ada, mengapa?, sebab penemuan dan pola
fikir juga terus berevolusi hingga ada kemungkinan law akan turun
tingkatnya menjadi theory lagi atau bahkan tidak dipakai lagi, dan yang
dulunya theory akan naik menjadi law, ingat “satu-satunya yang abadi
hanya perubahan itu sendiri”.
7. Ada dan Tidak ada (Exist & Not Exist), merupakan logika yang berdasar-
kan acuan bahwa obyek atau subyek yang dibahas itu ada ataukah tidak
ada di alam ini untuk menyelesaikan masalah, terkadang disebut juga
dengan istilah real dan unreal. Seperti ada yang sok bijak mengatakan
bahwa hidup adalah ilusi!, atau hidup adalah simulasi hologram!.
Bila hidup ini cuma ilusi, maka bunuh saja semua orang dan lakukan saja
semau kita didunia ini, mengapa?, sebab hidup ini cuma ilusi, semuanya
ilusi, anak, istri, kekasih, sahabat, manusia, tumbuhan, satwa dan lain-
lain itu juga ilusi, maka buat apa saya serius dengan hidup ini?.
Sekali lagi hidup ini exist bukan ilusi, bukan fantasy, bukan games,
kenapa tahu?, sebab kita belum bangun sama sekali dari ilusi ini bukan?
oleh karena itu, hargailah semua kehidupan yang ada.
Hidup ini cuma ilusi, mirip kata-kata yang diucapkan oleh para pecandu
obat-obatan atau benda yang membuat otak kita terplintir hingga otak kita
mampu membuat ilusi apa yang kita lihat seperti apa yang kita mau. Ilusi
atau realitas, tidak peduli, yang penting kita berbuat yang terbaik pada
sesama!.
8. Hukum Pidana & Perdata yang dibuat oleh manusia dengan tujuan
memperbaiki tatatan masyarakat, Rules of the Game (aturan main) dari
masyarakat tertentu yang berguna untuk melindungi mereka sendiri baik
secara internal maupun external. Jangan di bingungkan dengan hukum
agama, yang aturannya tidak bisa diubah karena aturan dari Tuhan.
9. Berdasar Waktu, Masa atau Zaman, semua logic yang ada saat itu, suatu
saat pola fikir berkembang dan berevolusi seiring proses waktu, peradaban,
kebudayaan, pola fikir, pemahaman, kemanusiaan dan kebijaksaan diwaktu itu
tentunya. Hingga ada kemungkinan logika yang dulunya logis menjadi
tidak logis lagi, sebab semua tatanan sudah berubah.
10. Berdasarkan Power, Kekuasaan, Jabatan, Otoritas, apapun yang menen-
tang seorang penguasa pasti salah. Oleh karena itu dimasa lalu, untuk
menjadi Raja harus membunuh Raja. Dimasa kini juga masih ada, namun
dengan level dan komposisi yang berbeda, tetapi endingnya, apapun
yang kamu katakan, aku pimpinanmu, oleh karena itu kamu aku pecat,
oleh karena itu kamu aku hukum dan lain-lainnya.
Seseorang yang punya kekuasaan dan tidak ada yang berani menghenti-
kan nya disebut dengan nama Diktator, lebih tinggi lagi tingkatannya
disebut dengan istilah Tyrant.
11. Berdasarkan Kekayaan secara Ekonomi (Wealth), muncul pepatah yang
berkata “tidak semua hal dinilai dengan uang”, tetapi juga muncul istilah
umum ini “memang tidak semua bisa dinilai dengan uang, tetapi ada
banyak masalah bisa diselesaikan dengan uang”, uang memang mirip
dengan power, tetapi ada orang yang punya Power tapi tidak punya uang.
Ekonomi, melahirkan pola fikir bisnis, maka cita-cita yang luhur berupa
idealisme yang mengarah ke perbaikan masyarakat secara ekonomi &
lebih bijak atau memperbaiki pola tingkah laku masyarakat secara
ekonomi & lebih bijak akan menjadi mentah, sebab bisnis dan perbaikan
masyarakat pola fikir keduanya akan selalu berbenturan sedikit ataupun
banyak.
Namun akhirnya faktor bisnislah yang biasanya keluar menjadi peme-
nang, mengapa?. Sebab dengan mencampurkan bisnis dan cita-cita
membantu orang lain ataupun membantu dengan dana karena peduli
pada yang lain, maka akan membuat goyah perusahaan ataupun
ekonomi seseorang bila belum kuat, tetapi silakan saja dilakukan bila
faktor kekayaan secara ekonominya sangat bagus.
Yang selalu terjadi bentrokan antara bisnis dan sosial ini biasanya peru-
sahaan atau organisasi yang menerjuni bisnis Pendidikan, Media Cetak
atau Elektronik, seperti TV, radio, penerbitan koran, dan lain-lainnya yang
awalnya untuk pengabdian pada masyarakat atau sosial, tetapi akhirnya
banyak yang menjadi murni bisnis.
12. Prestige (Gengsi), logical base versi gengsi ini lebih sering bertentangan
dengan hukum ekonomi, karena mana mungkin orang membeli mobil
yang lebih boros, belum canggih, tetapi lebih mahal misalnya?, ataupun
product-product tertentu yang kalah canggih dari segi fungsi dan bentuk,
tetapi orang lebih memilih product biasa saja, tetapi lebih dikenal?.
Kesemuanya itu berhubungan dengan logika Prestige (gengsi), dimana
orang tersebut sudah berlebihan uangnya, hingga mencari cara bagai-
mana mengeluarkan uang dengan cara cepat, tetapi bukan dilarikan
untuk membantu orang lain, namun lebih ke barang-barang yang salah
satunya semakin boros semakin hebat orang tersebut. Hal itu untuk me-
nunjukkan kelas kekayaan orang tersebut, dan akan mengangkat gengsi-
nya lebih tinggi.
13. Berdasarkan Cinta, cinta ini disebut dengan nama Conditional Love/
Transcational Love, tentu berbeda dengan cinta kasih (Care to Others/
Unconditional Love), cinta seperti ini terlihat tidak begitu logika, tetapi
sebenarnya adalah salah satu basic logika, cinta versi Conditional Love
muncul karena kondisi tertentu diantaranya:
Sering ketemu, ketampanan, kecantikan, keremajaan, kepintaran,
kedewasaan, kebijaksanaan, kekayaan, keseksian, ke-macho-an, ke-
handalan variasi seks, dan hal-hal lainnya yang belum penulis sebutkan.
Dan karena itulah cinta menjadi dasar alasan logika seseorang untuk
melakukan sesuatu, seseorang bahkan bisa menjadi pahlawan ataupun
penjahat karena memperjuangkan cinta.
14. Berdasarkan Dendam, ini adalah logika yang benar-benar buta, bila
seseorang sudah demikian dendam, maka dendam ini benar-benar men-
jadi spirit yang kuat (semangat yang kuat) luar biasa. Dendam bisa
diarahkan keperilaku positive bila dendamnya diwujudkan dalam ber-
karya untuk tujuan yang berguna bagi orang lain dan orang banyak,
dendam sebagai ajang pembuktian diri secara positive.
Tetapi akan menjadi sangat mengerikan bila diarahkan ke pola fikir
negative, maka bila diumpamakan dendam ini adalah api dan diri kita
adalah kayu dan bahan bakarnya, hingga suatu saat akan membakar
habis diri kita sendiri.
Mengapa demikian?, sebab dengan dendam yang negative, maka kita
akan selalu mencari kesalahan orang lain yang kita anggap menjatuhkan
kita, apapun alasannya, pokoknya orang itu selalu salah saja disetiap
perbuatan yang dilakukannya, oleh karena itu hancurkan saja, tidak ada
satupun dari dirinya yang baik walaupun sedikit saja!.
Dan kita akan selalu mengasumsikan setiap kesalahan yang terjadi
adalah karena dia, dan semua masalah yang timbul adalah karena dia,
oleh karena itu, kalau saya hancur, maka dia juga harus hancur!.
Dendam tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, tetapi banyak faktor
lainnya, seperti agama, kekayaan, perkataan, buruk, kalah prestasi,
kalah berdiskusi dan lain-lainnya yang belum saya sebutkan diatas.
15. Berdasarkan Kesehatan, apapun hal yang mengarah ke hal-hal yang
membuat seseorang sakit maka akan dihindarinya, baik secara lingkungan,
secara makanan, secara minuman, baik sakit yang terinduksi secara
tubuh ataupun secara fikiran.
16. Berdasarkan Survival, ada kalanya kita semua disudutkan dengan realita
untuk bertahan hidup, seperti mau tidak mau harus melawan seseorang
yang ingin membunuh kita dengan alasan apapun. Yang ada cuma pilihan
dia yang mati ataukah saya yang mati. Tetapi saya tekankan disini,
hal ini muncul karena survival atau bertahan hidup dari serangan, hingga
kata yang selalu digunakan adalah kata “mempertahankan diri”.
Kata mempertahankan diri untuk bertahan hidup sangat berbeda dengan
membunuh dengan sengaja apalagi hobby membunuh. Pilihan ini muncul
karena terdesak dan diserang oleh orang lain ataupun sesuatu yang
ingin membunuh kita, maka keinginan untuk bertahan hidup muncul
dengan kuat.
Mempertahankan diri bukanlah kejahatan, tetapi yang paling penting dari
itu semua adalah kita tidak bermaksud membunuh lawan kita, sebab
kalau bisa, hanya melumpuhkan saja dan setelah itu selesai sudah,
tetapi terkadang, dalam keadaan panik, tentu saja apa yang kita lakukan
kadang-kadang diluar dugaan, ada tenaga yang luar biasa muncul saat
keinginan untuk bertahan hidup begitu besar.
Oleh karena itu, belajar bela diri adalah faktor yang sangat bagus untuk
melatih diri kita agar mampu mengatasi hal-hal diluar dugaan yang akan
mengancam keselamatan kita dalam situasi apapun, oleh karena itu,
penulis sarankan bagi pembaca untuk belajar beladiri, salah satu beladiri
yang bagus adalah Aikido, selama mampu menghindar, maka para
Aikidoka tidak bakalan pernah menyerang!.
17. Show Off, atau memamerkan apa yang mereka punya, baik kepunyaan
Materi ataupun Non Materi, seperti Skill, Kepandaian, dan lain-lainya
yang relevan.
Untuk yang ini, sepertinya, kita kena semua. Misalnya, yang punya Mobil,
memamerkan mobilnya, kalau bisa dari merk yang mahal ataupun merk
yang murah, semuanya punya.
Yang berpendidikan tinggi, memamerkan pendidikannya, mulai dari yang
rendah sampai yang bergelar Master dan Doctor kalau bisa Profesor.
Yang seniman memamerkan karyanya, baik yang secara desain maupun
yang murni menonjolkan sense of art-nya.
Yang Miskin memamerkan kemiskinannya, agar bisa hidup lebih nyaman
dengan bantuan orang lain, tanpa berusaha memulai mengubah hidup
dari dirinya sendiri.
Yang bodoh, memamerkan kebodohannya. Dan uniknya, tidak mau
belajar memperbaiki dirinya.
Yang pejabat, memamerkan jabatannya (dalam bisnis), yang berpangkat,
memamerkan kepangkatannya (dalam militer)
Saya yang menulis, memamerkan tulisannya
Yang agamis, memamerkan keimanan & ketaqwaannya
yang philosopher, memamerkan filosophy-nya
yang atheist, memamerkan kemanusiaannya
18. Level of Knowledge & Wisdom (tingkatan ilmu pengetahuan & kebijaksa-
naan). Tentu saja tidak semua ilmu bisa kita pelajari, tetapi apa yang bisa
kita pelajari dan kita ahli didalamnya, tentu keilmuan kita saat memulai-
nya dari tidak bisa menjadi bisa, hingga levelnya tinggi sekali, untuk level
sempurna ini sepertinya tidak akan pernah ada batasnya.
Oleh karena itulah kita belajar dengan tekun, mulai dari melakukannya,
lalu menemukan solusi dari permasalahan, hingga berteori dan perspektif
prediksi kemasa depan seperti apa, bahkan kemungkinan terjadinya
penemuan baru, hal itu dapat kita lakukan bila terus belajar, melaksana-
kan apa yang kita ahli dibidangnya, sharing dengan sesama orang yang
punya basic ilmu pengetahuan yang sama dan selalu open mind untuk
mencari solusi pada permasalahan yang ada.
Sebab ada kalanya orang berdiskusi, tetapi kita belum tahu ilmu pengeta-
huan tersebut, malah jadinya mempermalukan diri sendiri dan sok tahu,
ada baiknya mendengarkan dan menyerap ilmu pengetahuan tadi.
Dari dasar-dasar alasan (logical base) sebagai argumentasi yang ada
tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan lebih cenderung kemanakah seseorang
menggunakan logikanya dalam berdiskusi?.
Jangan bingung antara Landasan Alasan Logika (Logical Base) dan
tehnik logika (Logical Techniques) seperti Rhetoric, Boolean, Presupposition,
Validity, Thesis, Antithesis, Synthesis dan lain-lainnya yang belum saya
sebutkan.
Dan juga jangan bingung dengan Law of Thought (Hukum Fikiran) atau lebih
sering juga disebut dengan Classic Logical Rules (Hukum Logika Klasik)
seperti: Law of identity, Law of noncontradiction, dan Law of excluded middle
itu semua adalah hal yang berbeda dengan Logical Base.
Ada banyak Landasan Logika (Logical Base) yang tidak bakalan bertemu
jika seseorang berdiskusi memecahkan masalah bila alasan logikanya berbeda.
Sebagai contoh, diasumsikan, seseorang yang logikanya berdasarkan Religi
tidak bakalan bisa mendapatkan kesepakatan bila lawan diskusinya adalah
seseorang yang berdasarkan Analisa-Sains ataupun yang berdasarkan Art & Design.
Tetapi ada juga yang mengkombinasikan beberapa Landasan Logika
(Logical Base) yang saya sebutkan diatas menjadi satu gabungan (synthesis)
tetapi yang juga tidak toleran pada gabungan landasan logika yang lainnya.
Terkecuali salah satunya mulai membuka alasan pola fikir logikanya dan
mulai memahami lawan diskusinya serta benar-benar mau mencari solusi
yang diinginkan. Satu hal yang paling ditekankan adalah, “Diskusi untuk mencari solusi,
bukan untuk mengalahkan lawan diskusi, agar tidak memalukan diri sendiri karena
kalah dengan argumen orang lain”, atau kalimat lebih sederhananya
“Serang idenya, bukan serang orangnya”.
Lalu siapa yang menentukan sah dan tidaknya hasil dari diskusi yang dilakukan itu?,
itu kembali kepada basic logika (Logical Base) tiap orang yang telah saya tuliskan,
bila logika anda mengatakan bahwa hal itu sah, maka sah-lah dia, tetapi bila
dikonfirmasikan ke orang lain lagi yang belum tentu basic logi-kanya sama,
maka itu akan jadi benturan walaupun diri kita sudah mengatakan sah, oleh karena
itu solusinya adalah membuka fikirannya untuk menemukan solusi.
Bila tetap ber-basic seperti yang dia inginkan dan tidak terbuka, maka solusi itu
tidak bakalan ada, titik disini adalah basic logika tersebut untuk didisikusikan mencari
solusi, tetapi bukan didebatkan yang tanpa solusi, yang disebut dengan nama
debat kusir, karena tidak mau keluar dari pola fikir yang ada (out of the box).
Dan untuk bisa keluar dari pola fikir basic logikanya (out of the box) itu merupakan
tantangan untuk fikiran kita tersendiri. Mampukah kita?.
Dan biasanya logika akan mengarah untuk mencari titik bahwa tuhan ada
atau tidak ada, itu juga masuk ke exist atau tidak exist, cuma masalahnya bila
si pengikut religi itu merasa tuhan ada tanpa didukung bukti apapun dan merasa
itu suatu logika, maka itulah logikanya dia, dan itu mutlak adanya.
Tetapi benarkah secara exist ada?, nanti dulu, sebab Tuhan ada atau tidak
ada kita belum pernah tahu?, ada hal-hal yang tetap floating (ngambang) tanpa
jawaban dan itu realita.
Ada yang menerima itu ada, ada yang menerima itu tidak ada, ada yang
mulai melepaskan dan tidak lagi dipusingkan dengan berfikir “Buat apa difikirkan
ada atau tidak, yang penting yang ada saja kita perbaiki & doing the best
untuk semuanya”.
Dan disisi lain, apa yang terjadi bila seseorang memegang teguh bahwa
“Yang memenangkan diskusi adalah orang yang cerdas?”. Maka dirinya akan
cenderung mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, karena diskusinya
cenderung menyerang pribadi (character atau personality) lawan diskusinya
untuk mencapai kemenangan agar dianggap cerdas, padahal belum tentu.
Hingga bila dia kalah berdiskusi, akan selalu mencari jalan lain untuk men-
capai kemenangan itu, misalnya memfitnah, menghasut dan menggunakan
berbagai cara apapun agar dirinya menang dalam diskusi, termasuk mem-
permalukan dan menyerang kepribadian lawan diskusi walaupun sudah tidak
relevan lagi untuk mencari solusi dari permasalahan yang didiskusikan ter-
sebut.
Adakalanya saat setelah memberikan alasan dan orang lain yang diajak
diskusi belum berubah pola fikirnya dan belum bisa keluar dari pola fikirnya
yang lama (out of the box), maka biarkan saja, yang penting kita sudah mem-
berikan jawaban.
Ada pepatah lama yang mengatakan “Orang bijak tahu saatnya berhenti”,
dan bisa diterapkan dalam berdiskusi, bila memang kita tidak tahu apa yang
kita diskusikan, maka ada baiknya jangan sok tahu, oleh karena itu sebaik-
nya berhenti.
Mengapa?, sebab kalau kita tidak bisa “mendefinisikan sesuatu”, maka kita
tidak akan bisa menyelesaikan dan memberi solusi untuk masalah atau se-
suatu yang sedang dibahas itu.
Tetapi ada pepatah lama juga yang mengatakan “Orang bijak tahu saatnya
bermain”, maksudnya, bila kita sudah tahu dan ingin mengajarkan ilmu
pengetahuan tertentu dan berdiskusi dengan orang yang belum tahu, maka
kita bisa membuat diskusi lebih membuat penasaran dan kadang terkesan
menjengkelkan bagi lawan diskusinya.
Bagaimana bila menggabungkan kedua pepatah tadi menjadi satu?, hingga
menjadi “Orang bijak tahu saatnya bermain dan tahu saatnya berhenti”.
Tapi yang perlu diperhatikan adalah sebagian besar mengarah ke komunitas
(Community-Communism), sebagian besar lagi ke Individualitas dan sedikit
sekali ke Unconditional Love (Care to Others-Humanity).
Apakah sosialisme sama dengan care to others?, tidak, sosialisme bisa juga
dari sisi religius, seperti amal, amal sosial untuk yang lain tetapi dengan
pengharapan mendapat surga. Sedangkan Care to Others, membantu yang
lainnya benar-benar tanpa pamrih apapun, benar-benar menolong tanpa
meminta balasan apapun.
Manusia adalah mahluk yang cenderung komunitas, bukan mahluk yang
cenderung sosialis. Manusia cenderung untuk berkerumun mencari teman,
atau berkomunitas pada hal-hal yang sedikit atau banyak persamaannya.
Tujuan kita adalah memperbanyak yang ke Care to Others baik secara
komunitas maupun Individualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar