Pages

Sabtu, 06 November 2010

Melahirkan pemimpin dan belajar dari para natural leaders

Kepemimpinan tim dilahirkan

Peradaban manusia telah mencatat cerita-cerita luar biasa tentang para pemimpin besar, entah dengan reputasinya yang baik ataupun yang buruk. Yang jelas pengaruh mereka pada dunia dan masyarakat sekitar mereka amatlah besar.


Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, Mohan Das Karamchand Gandhi, Martin Luther King, dan Nelson Mandela adalah nama2 yang sering disebut sebagai pemimpin besar. Kita di Indonesia pun juga punya banyak pemimpin besar; mulai pemimpin dalam pemerintahan negara, dalam urusan bisnis ataupun dalam urusan kemasyarakatan. Mereka semua telah menunjukkan kebesaran mereka dalam membawa gagasan perubahan dan membuat keputusan-keputusan yang mengubah kondisi lingkungan mereka secara signifikan.

Tapi mereka para pemimpin itu, mereka dilahirkan atau diciptakan?

Apakah orang-orang dengan sifat dan kapabilitas kepemimpinan itu ada karena bawaan lahir dan kemudian didistribusikan secara acak oleh Tuhan di muka bumi ini? Apakah kepemimpinan bisa ditanamkan dan dipelajari dalam pengondisian lingkungan tertentu?

Ada yang beranggapan bahwa kepemimpinan itu adalah bawaan lahir. Mereka yang meyakini ini menyatakan bahwa kebanyakan pemimpin dunia, khususnya bila melihat mereka yang telah mencapai kebesaran kontribusinya di masa lalu, mereka semua bukanlah orang-orang yang dididik di sekolah atau lembaga training tertentu.

Temparemen, sifat dan kapabilitas kepemimpinan sudah ada dalam diri mereka. Untuk itulah mereka disebut sebagai “born or natural leaders.” Mereka memang adalah orang-orang yang oleh Tuhan diberi karunia khusus untuk bisa memimpin.

Pendapat yang ini menyatakan bahwa di masa kecilnya, para pemimpin “alami” tidaklah sejak awal menyadari bahwa mereka pada suatu saat nanti akan menjadi pemimpin. Mereka menjalani hidup mereka sebagaimana adanya tanpa ada tanggungan beban terkait masa depan mereka, hingga kemudian di suatu hari mereka “tiba-tiba” memutuskan untuk memperjuangkan keyakinan kukuh mereka dan mengejar sebuah passion atau hasrat yang luar biasa untuk membuat perubahan menuju ke perihal yang lebih baik.

Padahal kalau kita meminta mereka membuat definisi tentang Leadership, kebanyakan tak akan bisa membuatnya sebagus seperti yang bisa kita temukan di buku-buku manajerial terkini. Yang mereka pikirkan hanyalah melangkah, maju ke depan dan lalu memimpin.

Jika kemudian muncul pertanyaan: lantas apakah pemimpin itu bisa dilahirkan? Rasanya kok ya lebih enak kalau kita menjawabnya dengan “Iya, Bisa!”

Nah, sekarang, kok bisa?

Karena ternyata, bahkan para mereka para “natural leaders” juga melatihkan kemampuan kepemimpinan mereka. Meskipun mereka tidak mengikuti pelatihan secara formal, tapi ciri utama para pemimpin adalah kegemaran mereka untuk belajar dan terus bertumbuh. Dan itu mereka awali dengan menyimpan dan menjawab suatu kegerahan dalam diri mereka, sedemikian rupa itu menjadi sebuah tekad untuk membawa perubahan.

Kepemimpinan sesungguhnya adalah suatu penindaklanjutan dari keyakinan akan sebuah prinsip atau idealitas, yang darinya kemudian lahir tindakan ke arah peresonansian prinsip dan idealitas tersebut pada orang-orang yang bekerja untuk atau bersamanya.

Sehingga kepemimpinan sesungguhnya bisa diciptakan manakala seseorang sejak awal telah mempunya sebuah perspektif tajam akan sebuah kondisi; bahwa suatu hal tertentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, melainkan harus diubah menjadi lebih baik.

Dari situlah kemudian mereka jadi peka terhadap peluang. Setiap peluang kecil yang dilihat bisa dibuat jadi lebih besar dan lebih kapital untuk membuat orang-orang jadi terikat dalam satu motif yang sama. Maka kita pun sebenarnya berkesempatan untuk mendapatkan peluang yang sama, hanya kita kemudian gagal untuk melihatnya.

Dan selama perjalanan hidup, mereka pun terus berlatih dalam beragam bentuk amanah dan dalam beragam tingkat kesulitan amanah. Mereka menjalani apa-apa yang biasa ditempuh oleh para genius dan star performer.

Anders Ericsson, profesor di bidang psikologi di Universitas Florida menyebutkan bahwa faktor kunci untuk menciptakan kondisi genius termasuk dalam hal ini kepemimpinan adalah: lingkungan yang mendukung, mentoring yang bagus, dan upaya yang berkelanjutan.

Studi lain yang dilakukan oleh Benjamin Bloom dari Universitas Chicago menyatakan bahwa 120 elite performers membutuhkan setidaknya satu dekade berkelanjutan untuk bisa mencapai pengakuan internasional. Dengan kata lain, satu dekade kerja keras untuk mencapai mastery adalah sepadan dengan 10.000 jam berlatih (atau 3 jam setiap hari selama 10 tahun).

Upaya yang dimaksud di sini sebagaimana yang dijelaskan oleh Ericsson adalah sebuah proses di mana sang performer di bidang manapun itu menetapkan target yang bersifat menanjak (incremental) untuk membuat performanya kian membaik.

Sehingga sebenarnya kepemimpinan pun juga bisa dibentuk, karena proses pematangan kompetensi kepemimpinan juga melalui langkah-langkah normal sebagaimana kemampuan manajerial lain dikuasai.

Jika ada yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah bakat, maka itu lebih pada dorongan alami seseorang untuk merasa greget pada kondisi, untuk melakukan perubahan karena dorongan “hormonal”. Tapi semua aktivitas kepemimpinan akhirnya bermuara pada adanya keresahan, keyakinan dan kesediaan untuk memperjuangkan akan suatu prinsip atau idealitas.

Maka jika kita hendak melatih seorang pemimpin, tentu saja bisa. Pertanyaannya kemudian adalah: Sudahkah dia punya idealitas yang hendak diusung? Apakah dia sudah punya cukup alasan untuk memimpin?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...