Pages

Selasa, 30 November 2010

Laki-laki dan Perempuan Merespon Stres Secara Berbeda

Telah ada banyak buku yang mengulas tentang perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan. Lebih dari itu, para ahli syaraf telah temukan betapa otak laki-laki dan perempuan bekerja secara berbeda ?khususnya dalam kondisi stres.


Subyek penelitian diletakkan di dalam alat yang bernama functional Magnetic Resonance Imaging Machine, atau fMRI. Alat ini ini menggunakan gelombang radio dan medan magnet berdaya kuat untuk mengambil gambar yang detail dan jelas dari jaringan dan organ dalam. fMRI menggunakan teknologi ini untuk mengidentifikasi area di otak di mana aliran darah mengembang, perubahan kimiawi terjadi, atau dikirimkannya oksigen ekstra.

Para peneliti memberlakukan tes performa dengan tingkat kesulitan sedang kepada subyek penelitian. Ini dilakukan dengan meminta partisipan menghitung mundur dalam jeda per 13 an, dimulai dari 1.600. Para peneliti memonitor detak jantung, aliran darah ke otak, serta kortisol hormon stres mereka.

Hasil penelitiannya? Para neurologist secara konsisten menemukan bahwa otak laki-laki dan perempuan menyikapi stres secara berbeda. Laki-laki merespon stres dengan peningkatan aliran darah ke wilayah kanan dari korteks prefrontal yang bertanggung jawab pada reaksi “fight or flight”; mau mundur/ lari atau hadapi dengan ‘beringas’.

Di sini kelenjar adrenal melepas adrenalin dan cortisol ke pembuluh darah, yang mempercepat denyut jantung dan pernafasan. Sementara perempuan mengalami peningkatan aliran darah pada sistem limbik mereka, dengan kata lain: sisi emosional. Sistem limbik pada perempuan biasanya terasosiasi dengan respon pengasuhan (nurturing) dan sikap bersahabat.

Artinya para perempuan punya kecenderungan alami untuk mendekatkan diri dengan orang lain dan berbagi perasaan mereka. Dan terhadap sesama perempuan, seringkali ini berbalas.

Apakah perempuan bisa bereaksi ‘fight or flight’ alih-alih sekedar emosional? Penelitian itu tidak menyebutkan, tapi kita tahu bahwa jawabannya adalah: Iya, tentu saja bisa.

Ada catatan menarik dari penelitian tersebut: Bahwa ketika seseorang berada dalam kondisi flight or fight entah dia stres mundur ke belakang atau maju bergerak “menyerbu” itu akan jadi aktivitas yang sama-sama melelahkannya secara mental dan emosional.

Sehingga dia yang senantiasa bersikap agresif di luar kewajaran temparemennya -entah untuk alasan produktivitas atau sekedar memperturutkan nyali apapun itu, dia pun akan alami kelelahan mental dan emosi yang bisa berakibat pada ‘lumpuh produktivitas’ beberapa saat. Setidaknya, begitulah yang saya pahami dari pengalaman saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...