Pages

Jumat, 23 Juli 2010

Takaran Anda yang Sebenarnya diukur dari Keberanian, Kearifan, dan Cinta Anda.

Bahkan sebagai bayi gajah sekalipun, Bulig sangat besar. Ketika Bulig bertumbuh dewasa, ia lebih tinggi dan lebih besar dari semua teman-teman sepermainannya.

Tidak perlu waktu lama hingga gajah lain merasa takut padanya. Dan Bulig mengetahui hal ini. Karena itu ia menggunakan ukurannya untuk menakuti yang lain untuk melakukan apa yang ia ingin mereka lakukan.

Ia akan mendengus dan menggeram sambil berkata, "Aku akan remukkan kamu!" Itu merupakan salam yang biasa ia katakan pada siapapun yang ia jumpai di jalan. Kenyataannya, jika gajah-gajah lain merasa takut pada Bulig, binatang-binatang kecil lainnya juga demikian. Para monyet, kijang, harimau, dan bahkan singa pun terkagum-kagum terhadap binatang yang sangat besar itu.

Para gajah memberinya sebuah rumah istimewa di puncak sebuah bukit kecil. Dan tahta Bulig adalah sebuah ranjang berukuran raksasa. Disitulah ia berbaring dan memerintah seluruh hutan.

Setiap pagi, para gajah akan memberinya sekeranjang pisang. Dan para monyet akan memberinya sekeranjang apel. Dan kijang akan memberinya sekeranjang kacang. Hal ini terjadi setiap hari.

Karena itu Bulig bertumbuh semakin besar. Dan semakin ia bertumbuh, semakin takutlah binatang-binatang terhadapnya. Ia sekarang menjadi sesosok dewa bagi seluruh binatang di sana.

Sekelompok burung undan bergantian mengipasinya. Sekelompok burung parkit bernyanyi baginya setiap pagi. Sekelompok kera berakrobat sebagai hiburan malam baginya. Untuk waktu yang sangat lama, Bulig jarang meninggalkan rumahnya. Sebenarnya, selama bertahun-tahun, ia bahkan tidak pernah berdiri dari ranjang raksasanya.

Yang ia lakukan hanyalah mendengus dan menggeram sesekali waktu, "Aku akan remukkan kamu!" Dan setiap kali ia mengatakan itu, semua binatang akan sangat ketakutan. Karena ia tidak banyak bergerak, ia menjadi segemuk seperti sepuluh gajah yang dijadikan satu! Sekarang, bahkan binatang-binatang lain dari hutan-hutan lain pun datang berkunjung untuk melihat dengan mata kepala sendiri kalau Legenda Gajah Raksasa itu benar adanya. Dan mereka semua akan berdiri ketakutan melihat makhluk yang sangat besar itu.

Salah satu binatang itu adalah seekor kura-kura kecil bernama Pokito. Pokito mendengar tentang gajah ini dan ingin melihatnya. Sebagai seekor kura-kura muda dan senang bermain, ia berpikir akan luar biasa sekali jika dapat berteman dengan gajah raksasa itu. Maka suatu hari, ia menghampiri Bulig yang tampak seperti sebuah gunung dibanding dirinya. Tapi Pokito tidak takut.

Ia berkata, "Hi Bulig besar! Bolehkah aku menjadi temanmu?"

Semua binatang di sekitar Bulig menahan nafas dengan tegang. Siapa yang berani berbicara seperti itu pada Bulig? Apakah ia sadar apa yang sedang dikatakannya? Kura-kura malang!

Bulig merasa terhina karena seekor makhluk kecil itu tidak menyembahnya sebagai dewa. Maka ia mendengus dan menggeram seperti biasanya dan berkata, "Aku akan remukkan kamu!"

Namun Pokito adalah seekor kura-kura bijak. Ia melihat ada kelemahan besar di balik ukuran tubuh Bulig. Ia kasihan padanya. Karena itu ia hanya berkata, "Bulig, aku hanya ingin menjadi temanmu. Jika engkau tidak mau, tidak apa-apa. Aku akan tetap gembira."

Ketika ia membalikkan badan, Bulig bahkan menjadi lebih marah dan mendengus dan menggeram lagi dan berkata dengan suara yang lebih keras, "AKU AKAN REMUKKAN KAMU!"

Semua binatang lari terbirit-birit ke belakang semak-semak, batu- batu, dan pohon-pohon. Ini adalah pertama kalinya mereka mendengar Bulig marah sedemikian rupa.

Pokito membalikkan badan menghadap raksasa itu lagi dan berkata dengan tenang, "Bulig, aku tidak akan melakukan itu kalau aku jadi dirimu. Engkau akan menyakiti dirimu sendiri."

Wajah Bulig merah padam seperti sebuah mobil pemadam kebakaran. Ia berdiri. Atau paling tidak ia berusaha. Ingat, sudah bertahun-tahun sejak ia terakhir kali berdiri!

"Ummph. Ummmph.. Ummmmmph!" Berkali-kali Bulig mencoba namun ia tak dapat berdiri!
"Bulig, jangan lakukan itu.," kata Pokito.

Semua binatang keluar dari persembunyian mereka. Mereka sangat terkejut melihat dewa mereka mengalami kesulitan untuk berdiri!

Akhirnya, kaki Bulig tertekuk dan ia jatuh ke tanah. Whaaam! Sekarang Bulig kesakitan, tapi penghinaan yang dialaminya jauh lebih besar dari sakit fisik yang ia alami saat itu.

Pertama, seekor monyet kecil mulai mengejek.

Tak lama, monyet-monyet lain melakukan hal yang sama. Dan setelah beberapa saat, semua binatang mulai mempermalukan Bulig. Mereka mencemooh dan memberinya julukan. "Makhluk lemah!", "Si gendut!", dan "Gudang lemak!"

Tiba-tiba Pokito berteriak, "Hentikaaaaan!" Semuanya berdiam diri di hadapan kura-kura pemberani ini. "Selama bertahun-tahun, kalian menyembah Bulig sebagai dewa," kata Pokito, "tapi sekarang, kalian menghinanya seperti musuh. Mengapa kalian lakukan itu? Bulig hanyalah salah satu dari kita, sama seperti binatang lainnya."

Pokito berjalan mendekati Bulig yang tertunduk dan dipenuhi rasa malu serta berkata, "Apakah engkau butuh bantuan untuk berdiri?" Dengan perlahan, Bulig menganggukan kepalanya.

Kura-kura itu berbalik ke gajah-gajah lain, "Bantu temanmu berdiri."

Gajah-gajah lain takjub dengan kearifan kura-kura kecil ini. Mereka semua berdiri di samping raksasa itu, dan bersama-sama, mengangkatnya. Dengan upaya yang keras, gajah raksasa itu berdiri. Dengan lututnya yang masih gemetar, Bulig tersenyum kepada kura-kura itu dan berkata perlahan, "Terima kasih. Engkaulah raksasa sesungguhnya."

Pokito tersenyum. "Terima kasih."

Bulig bertanya, "Maukah engkau menjadi temanku?"

Kura-kura itu berkata, "Dengan satu syarat. Engkau harus jogging bersamaku setiap pagi."
Ia berkedip. Dan semua binatang tertawa serentak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...