Melihat hari, jam dan tanggal baik merupakan salah satu hal yang wajib diperhitungkan bagi tradisi adat China di Indonesia. Dengan banyaknya kebutuhan yang harus dilengkapi dan kekurang pengetahuan akan hal itu, tidak jarang banyak pasangan yang akhirnya menyerahkan kepada orang tua mempelai. Pesta pernikahan bukan hanya sebagai simbol sementara, bahwa pasangan telah resmi dalam ikatan. Namun bagi keluarga sesepuh yang sangat memperhatikan adat istiadat, mereka menganggap bahwa pernikahan adat China haruslah sakral, bukan hanya untuk kedua pasangan namun juga ikatan antara kedua belah keluarga.
Kurang memahami pernik yang digunakan dalam adat upacara perkawinan sering dijumpai dalam masyarakat modern keturunan di Indonesia. Namun sekarang sudah banyak dijual bermacam –macam asesoris untuk perkawinan dengan menyesuaikan adat China.
Bagi mereka yang masih pusing dengan perlengkapan yang harus dipenuhi selama berlangsungnya acara, kami berikan beberapa pernik yang sekiranya sudah menjamur dan menjadi bagian dalam kebudayaan perkawinan China di Indonesia dan juga arti dari setiap asesoris tersebut.
Lamaran dan Mahar
Dalam tradisi China proses lamaran dilakukan seminggu sebelum berlangsungnya pernikahan. Lamaran merupakan pemberian barang dari mempelai pria untuk mempelai wanita yang nantinya akan digunakan oleh kedua calon mempelai untuk kehidupan setelah masa pernikahan. Barang yang diserahkan biasanya melambangkan kelanggengan, kesuburan dan juga kebahagiaan untuk pasangan. Yang unik dari barang lamaran pada adat ini ialah banyaknya nominal 9 (jiu) atau 8 (fat) yang menjadi kunci pokok langgeng dan berkembangnya kebahagiaan bagi kedua mempelai.
Barang yang menjadi hantaran biasanya berupa:
- Uang; dalam masyarakat modern biasanya jumlahnya sudah ditentukan bersama contohnya Rp. 9.999.900,
- Perhiasan berupa kalung, gelang, anting didalam kotak merah,
- Peralatan sehari – hari (peralatan mandi, peralatan makan, dll),
- Satu set peralatan Tea Pay,
- Kue Pia atau bolu (dibagikan kepada sanak saudara yang membantu),
- Makanan laut yang sudah dikeringkan (juhi, sirip ikan “yu che”)
- Kacang – kacangan (almond, hijau & merah),
- Sepasang kaki babi untuk melambangkan keselamatan,
- Kelapa bulat yang ditempel aksara Chinese berarti ‘Double Happy’,
- Buah – buahan segar (jeruk, apel, anggur dll.)
- Akar teratai “Lian Au”, melambangkan rukunnya tiga generasi; orang tua, anak dan cucu, sedangkan buah teratai kering “Lian Ce”, melambangkan keturunan.
- Permen atau gula batu melambangkan manisnya kehidupan semanis mempelai wanita.
Menghias Kamar
Setelah semua acara lamaran sudah dipersiapkan, kini saatnya merapikan tempat peraduan kedua mempelai. Tradisi merias kamar pengantin dilakukan juga seminggu sebelum Hari H berlangsung. Menghias kamar merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh para orang tua kedua mempelai.
Di era modern, menghias kamar dapat dilakukan oleh para perias pengantin. Namun bagi masyarakat Tionghoa dulu, merias kamar menjadi tradisi yang ditunggu –tunggu oleh para keluarga kedua calon mempelai. Orang yang menghias kamar pengantin biasanya ialah kerabat yang sudah menikah dan kehidupan pernikahannya terkenal langgeng, ini melambangkan agar dapat menjadi contoh bagi kedua calon mempelai.
Menghias kamar pengantin dengan warna merah melambangkan kebahagiaan dan semangat hidup, lampu lentera juga kerap diletakkan di dalam kamar. Dengan maraknya lampu yang ada, diharapkan pernikahan ini akan menerangi bagi pasangan dalam melangkah kehidupan bersama. Sebagai simbol lancarnya keturunan mempelai, kamar yang sudah rapih biasanya ditiduri oleh bayi atau balita.
Dari semua arti positif yang terkandung dalam setiap barang dan perbuatan, ada juga larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para mempelai di dalam kamar ini yaitu salah seorang mempelai, baik itu mempelai pria maupun wanita, tidak diperkenankan tidur sendiri tanpa pendamping. Secara tidak langsung hal ini berarti menjauhkan mereka dari kehilangan salah satu pasangan, entah karena bercerai atau meninggal.
Upacara
Pagi hari sesaat sebelum upacara dilakukan setelah selesai mandi, mempelai pria diharuskan memakai pakaian putih. Sambil disisir 3 kali dari kepala hingga ujung rambut oleh kerabat dekat yang masih lengkap keluarganya, diucapkanlah juga tiga kalimat ini : sisiran pertama “hidup bersama sampai rambut beruban..” sisiran kedua “diberkahi keturunan..” dan sisiran ketiga “rumah tangga harmonis..”.
Setelah melakukan ritual pagi, tibalah saatnya untuk upacara. Upacara dimulai dengan sembahyang untuk para leluhur demi meminta ijin berlangsungnya acara, setelah itu keluarga beserta kedua calon mempelai menikmati hidangan kue onde, ini melambangkan agar acara yang akan dilangsungkan berjalan dengan lancar, layaknya bola yang bergelinding.
Tibalah saatnya untuk Tea Pay, pasti banyak dari Anda yang lebih mengenal adat ini ketimbang adat yang telah saya jabarkan di atas. Fungsi dari Tea pay sendiri ialah layaknya perkenalan bagi para calon mempelai dengan keluarga dari kedua belah pihak. Selain itu upacara yang dapat berarti “jualan teh” ini juga sebagai penghormatan dari kedua calon mempelai kepada orang tua dan kerabat sepuh agar mendoakan mempelai menjadi pasangan yang bahagia lahir batin dalam susah dan senang.
Prosesinya pun cukup mudah, kedua mempelai berlutut atau membungkuk, sambil menjamu dan mempersilahkan kedua orang tua menikmati teh yang telah dituang oleh mempelai pria dan diberikan oleh mempelai wanita. Lalu setelah prosesi jamuan minum selesai, kedua mempelai dibayar atau diberi hadiah berupa angpao biasanya berisi perhiasan ataupun uang. Untuk perhiasan, orang tua biasanya langsung memakaikan kepada mempelai wanita dan untuk uang angpao akan di letakkan di atas nampan atau saku mempelai pria.
Semua prosesi adat di atas dapat dilakukan di jaman sekarang, hanya saja bila masih ada perhelatan lain, sebut saja seperti pemberkatan di gereja atau juga acara resepsi. Tidak menutup kemungkinan sebagian masyarakat telah menyederhanakan bagian dari adat tersebut.
Teks: Novi Rahayu | www.weddingku.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar