Lama dari mereka terbuang, begitu mudah tersingkirkan. Di tengah kekuasaan dan kerakusan mengantar ruang kenistaan. Bertahan dari keadaan, berjuang untuk hidup.
Bukan mereka pemalas, ataupun pembual belaka adanya. Mandi keringat, banting tulang tak segan mereka lakukan, meskipun hanya untuk bertahan hidup.
Teringat kembali ku pada sebagian kisah diantaranya,..mati bersama yang tersayang
Bersama 4 buah hatinya, pemulung lusuh mencoba bertahan, istri menghilang pergi bersama kelaliman, tanpa kesetiaan dan tanggung jawab.
Menyusuri jalan, mengais bersama sampah, bau busuk sahabatnya. Tak malu ia menunggu,… sebagian orang yang membuang sisa makanannya. Ya,… ya,.. hanya tuk bertahan.
Hidup yang selalu di hampiri kesedihan, setiap pulang buah hatinya kian selalu menanyakan “bapak bawa apa?”, “ibu kapan pulang?”, “kenapa kami tak sekolah?”, pedih,… perih,.. menusuk dalam hati yang terasa pasti.
Terbesit hati tuk mengakhiri penderitaan yang di alami kian terus menghantui. Pemulung itu mencoba meracuni buah hatinya dan mati bersama mereka. Di putuskannya hal itu.
Dengan menjual apa-apa yang masih dia punya dan apa-apa yang ada, di belikannya baju-baju indah untuk buah hatinya, di belikannya makan makanan lezat untuk buah hatinya dan meracuninya.
” Nak sini, kita berkumpul, bapak ada kabar gembira untuk kalian. Hari ini bapak banyak rejeki, maka bapak belikan ini untuk kalian, dan baju ini dari ibu kalian.
Besok ibu… ingin bertemu kalian dengan memakai baju ini, besok pagi sekali kita berangkat, maka pakailah baju ini sekarang supaya besok tidak terlambat”
Serasa angin surga menyapa anak anak itu, ceria dengan baju baju itu .
“Sekarang makanlah kalian”
“Tidak,.. kami mau bapak yang menyuapin kami” Sahut anak sulungnya
Senyum bersama tangis hati, merona di muka pemulung, “Baiklah,, bapak akan menyuapin kalian satu persatu, dari puteri (anak bungsu) dulu ya,,?”
Mengangguk mereka seraya tak sabar menunggu. Satu persatu di suapinnya, penuh keceriaan di muka mereka dan seusainya di suruh tidur mereka, saatnya giliran pemulung yang makan makanan itu.
Bersama malam gelap gulita,…telah terasa senja tiba, manakala menyapa seorang teman dari pintu luar…. Guna mengajak mengais sampah.
“Man….. Tugiman … kamu gak kerja ya…?”
Terbangun kaget pemulung… “Di mana aku,..ini Surga.. apa Neraka..?”
Melihatnya ke samping buah hatinya masih tertidur, mencoba membangunkan mereka,.. dan,… tak bangun jua,…
“Mereka,… mereka,… telah mati,… aku,..membunuh mereka, kenapa ku tak bersama mereka?”
Hanya tangis kesedihan penuh penyesalan,..karena terundang suara tangisan, sesegera mungkin teman di luar, masuk rumah pemulung.
Sekarang pun pemulung itu harus meratapi kesedihannya di balik jeruji besi.
Sebenarnya siapa yang seharusnya merasa paling bersalah dalam kisah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar