Pages

Rabu, 09 Juni 2010

Potret Buram Sebagian Bocah di Negeri Tirai Bambu

Teman -teman semua, Berharap setelah melihat ini, kita semua bisa belajar memiliki hati yang bersyukur dan tidak lagi suka membuang makanan. Banyak orang yang demi sepiring nasi, terpaksa berjuang mati matian untuk hidup. Tetapi di sisi lain, ada orang lain yang suka membuang makanan. Hari ini kita masih bisa makan. Ucapkan rasa syukur, dan manfaatkan dengan sebaiknya.

Mengikat dan menambatkan bocah-bocah ini pada jeruji jendela, mencerminkan keputus-asaan yang dihadapi para buruh migran di negara komunis ini. Pada dasarnya karena ketidak mampuan menitipkan anak, para orang tua harus mengajak anak-anak mereka ikut bekerja.

Gambar-gambar yang dirilis Daily Mail ini diambil pada sebuah pabrik di kota Jiaxing, di mana orang tua mereka bekerja keras selama sepuluh jam sehari. Terdapat sekitar 110 juta buruh migran yang usianya antara 16 hingga 40 tahun di China. Karena tidak terdapat penitipan anak dimana mereka dapat beristirahat dengan baik.
Bocah malang ini dibiarkan di lantai, di mana para orang tua yang sangat mencemaskan anaknya menggunakan tali karet panjang untuk mengikat bocah-bocah tersebut pada jeruji jendela. Di sana mereka ditinggalkan dengan aman dari penculikan, sambil mengamati orang tua mereka bekerja.
Gambar sangat memilukan hati yang diambil di provinsi Zhejiang, adalah seorang bocah bernama Jingdan. Bocah ini di rantai pada tiang listrik di Beijing, sekitar Februari lalu. Ayahnya Chen Chuanliu, bekerja sebagai penarik becak, yang mengambil angkutan di seluruh kota, sedangkan ibunya yang lumpuh hanyalah seorang pemulung pinggir jalan. Seperti bocah lainnya ia juga ditambatkan untuk mencegah penculikan.
Masyarakat yang merasa prihatin menyaksikan Jingdan diikat di luar pusat perbelanjaan kemudian melaporkan ayahnya ke pihak berwenang dan melepas bocah ini dari ikatan rantai. Seorang bos penampungan anak yang mendengar cerita itu kemudian menawarkan penitipan gratis bagi bocah tiga tahun tersebut. "Biaya penitipan sekitar 40.000 yuan (£3.725) akan saya bayar," ujar kepala TK Aibei, seorang pria yang dikenal bernama Mr.Pi. Ayah bocah ini tidak mungkin akan terus menerus sanggup membayar biaya sewa, makanan dan pelayanan kesehatan yang mahal, walaupun rumah sakit tersebut milik rezim komunis China.
"Kini, masalah terbesar bagi Jingdan adalah ia tidak memiliki dokumen sebagai penduduk tetap di Beijing," papar Mr. Pi. "Menurut hukum China, anak dan keluarganya tidak memiliki hak atas pendidikian, kesehatan gratis maupun jaminan sosial lainnya karena mereka berasal dari luar kota."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...